Notification

×

Iklan

Iklan

Kritik Pedas Untuk Gagasan “Kota Parfum”: Forbina Nilai Banda Aceh Dandani Diri Tanpa Cermin Sosial

Minggu, 25 Mei 2025 | Mei 25, 2025 WIB Last Updated 2025-05-24T19:32:17Z
Muhammad Nur

Banda Aceh, Celebes Post – Banda Aceh kini punya ambisi baru: menjelma menjadi “Kota Parfum.” Tapi alih-alih harum semerbak, gagasan ini justru menyulut kontroversi. Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) menyebut branding tersebut tak lebih dari pencitraan yang tak berpijak pada kenyataan sosial dan ekonomi masyarakat.


Program bertajuk “Road to Launching Banda Aceh Kota Parfum” yang diluncurkan Wali Kota Illiza Saaduddin Djamal pada 23 Mei 2025 itu menuai tanda tanya besar. Bukan hanya soal kesiapan, tapi juga soal kejujuran ide: siapa yang sebenarnya menginginkan ini?


“Ini bukan kehendak warga, tapi kehendak elit. Branding kota seharusnya tumbuh dari bawah, bukan dari atas menekan ke bawah,” tegas Muhammad Nur, Direktur Forbina, saat ditemui Celebes Post.

 

Apa Dasar Banda Aceh Disebut “Kota Parfum”?

Pertanyaan ini menggema di benak publik. Sebab, hingga hari ini, hanya dua nama usaha lokal yang dikenal memproduksi parfum di Aceh: Minyeuk Pret dan Neelam, unit usaha dari Universitas Syiah Kuala. Keduanya masih beroperasi dalam skala terbatas, belum menguasai pasar industri nasional, apalagi internasional.


Di sisi lain, tanaman nilam—bahan baku utama parfum—memang tumbuh di Aceh. Tapi ekosistem industrinya belum terbentuk. Budidaya, penyulingan, hilirisasi produk, hingga pasar ekspor masih tersekat-sekat dan berjalan sendiri-sendiri.


“Potensi nilam memang ada. Tapi kalau sistem belum ada, ini seperti membangun kastil di atas pasir,” kata Muhammad Nur.

 

Masyarakat Tidak Dilibatkan, Visi Tak Mengakar


Bagi Forbina, branding kota bukanlah sekadar slogan di spanduk atau jargon saat pidato. Ia harus lahir dari fakta sosial dan budaya yang hidup di tengah rakyat. Sayangnya, menurut Muhammad Nur, tak ada bukti bahwa warga, petani nilam, UMKM, akademisi, ataupun pelaku pasar ikut dirangkul dalam perencanaan ini.


“Jangan sampai ini hanya proyek simbolik menjelang akhir masa jabatan wali kota. Harumnya cuma sesaat, lalu hilang bersama jabatan,” kritiknya tajam.

 

Jejak Branding Lama yang Terlupa


Illiza bukan kali pertama mencetuskan branding untuk Banda Aceh. Di masa jabatannya sebelumnya, kota ini sempat dikenalkan sebagai “Kota Madani”. Tapi kini, narasi itu seolah hilang tanpa jejak, menyisakan pertanyaan: ke mana arah pembangunan kota ini sebenarnya?


“Kalau setiap periode hanya ganti-ganti gimmick tanpa jejak, maka kota ini sedang didandani tanpa bercermin. Tampak molek di atas, tapi kosong di dalam,” sindir Muhammad Nur.

 

Solusi: Bangun dari Akar, Bukan dari Atas


Menurut Forbina, daripada memburu citra instan, Pemerintah Kota Banda Aceh seharusnya memperkuat basis ekonomi rakyat. Fokus utamanya adalah memberdayakan UMKM, membangun ekosistem nilam yang kuat, dan membuka akses pasar yang nyata bagi produk lokal.


“Branding kota yang sejati harus tumbuh dari kekuatan rakyat. Bukan dari mimpi elit yang belum sempat membumi,” tutup Muhammad Nur.


 


Reporter: MRM
Media: Celebes Post
Tanggal: 25 Mei 2025
Lokasi: Banda Aceh



Berita Video

×
Berita Terbaru Update