![]() |
Bukti Dokumentasi |
Makassar, Celebes Post | — Seorang warga Kota Makassar, inisial AH, mengaku terkejut saat menerima kiriman kartu kredit dari Bank Negara Indonesia (BNI) di rumahnya, padahal ia merasa tidak pernah mengajukan permohonan, apalagi menandatangani persetujuan penerbitan kartu tersebut.
Kartu kredit tersebut dikirimkan oleh kurir yang mengaku berasal dari BNI ke rumah AH di Jalan Abd Dg Sirua No. 129 B, RT 003 RW 001, Makassar. Menurut pengakuan keluarga AH, kartu itu diterima di rumah tanpa adanya konfirmasi sebelumnya.
"Saya baru tahu setelah pulang kerja, keluarga bilang ada kiriman kartu kredit BNI. Saya kaget karena saya tidak pernah mengurus atau mengajukan kartu kredit ke BNI," ungkap AH kepada Celebes Post, Kamis (30/5).
Anehnya, kartu kredit yang disebut memiliki limit sebesar Rp29 juta dan batas tarik tunai Rp14,5 juta itu, menurut AH, masih tersegel rapi dan belum pernah dibuka. Namun, pada 7 Mei 2025, ia menerima tagihan penggunaan kartu tersebut untuk transaksi pembelian pakaian.
“Saya tidak pernah aktivasi, tidak pernah buka, bahkan tidak pernah tanda tangan. Tapi sekarang saya dapat tagihan yang harus saya bayar. Ini sangat merugikan saya secara mental dan materi,” tegas AH.
Tinjauan Hukum: Ada Dugaan Pelanggaran Perlindungan Konsumen dan Nasabah
Kasus ini mendapat sorotan dari kalangan pegiat hukum. Aries Dumais, S.H., M.H., pemerhati hukum kontemporer, menilai bahwa kejadian ini patut didalami secara serius karena berpotensi melanggar berbagai ketentuan hukum yang melindungi hak konsumen dan nasabah perbankan.
“Jika benar tidak ada persetujuan tertulis, maka penerbitan kartu kredit ini bertentangan dengan Pasal 4 huruf c dan d, serta Pasal 18 ayat (1) huruf a dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menjamin hak konsumen atas rasa aman dan hak untuk tidak dipaksa menerima produk atau jasa,” terang Aries.
Selain itu, lanjutnya, terdapat kemungkinan pelanggaran terhadap:
-
UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, jika data pribadi AN digunakan tanpa persetujuan eksplisit;
-
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, khususnya prinsip kehati-hatian dan perlindungan terhadap nasabah;
-
Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang mengatur bahwa setiap produk keuangan harus diberikan berdasarkan persetujuan tertulis dari konsumen.
“Bank wajib membuktikan adanya perjanjian dan persetujuan yang sah. Jika tidak ada, maka bank bertanggung jawab atas seluruh tagihan, termasuk kerugian imateriel yang dialami oleh nasabah,” tegas Aries.
Permintaan Klarifikasi dan Proses Hukum
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bank BNI belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan penerbitan kartu kredit tanpa persetujuan tersebut. AH menyatakan akan membawa persoalan ini ke jalur hukum jika tidak ada penyelesaian yang adil dari pihak bank.
“Saya bukan hanya ingin bebas dari tagihan fiktif, tapi saya juga ingin ini menjadi pelajaran agar bank tidak semena-mena dalam mengelola data dan menerbitkan kartu,” tutup AH.
Publik berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga perlindungan konsumen segera turun tangan menyelidiki praktik yang dinilai dapat merugikan nasabah dan mencederai kepercayaan publik terhadap institusi keuangan nasional.
Reporter: MDS – Celebes Post
Tanggal: 31 Mei 2025
Lokasi: Makassar, Sulawesi Selatan