Notification

×

Iklan

Iklan

Mafia Solar Bersubsidi Diduga Kuasai Sulsel: BBM Rakyat Disulap Jadi Komoditas Industri, Laba Diduga Tembus Rp 8,8 Miliar/Bulan — LAKINDO & Ahli Hukum Tantang Negara Bergerak!

Senin, 22 Desember 2025 | Desember 22, 2025 WIB Last Updated 2025-12-22T11:11:24Z
Terciduk Dalam Aksinya


Celebes Post, Luwu Utara — Di balik antrean panjang di SPBU, kapal nelayan yang tak berlayar, dan melonjaknya biaya logistik di Sulawesi Selatan, muncul dugaan bahwa BBM Solar bersubsidi milik rakyat telah berubah menjadi mesin uang jaringan ilegal. Lembaga Analisis Anti Korupsi Indonesia (LAKINDO) mempublikasikan temuan investigasi yang menggegerkan: BBM subsidi diduga dialihkan ke kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, melalui perusahaan transportir yang bermain kuota dan dokumen.


Menurut LAKINDO, akar persoalan kelangkaan solar bukan tingginya konsumsi masyarakat, melainkan adanya aktor bisnis yang memanfaatkan kelemahan pengawasan distribusi, mengambil jatah rakyat, dan menjualnya kembali ke industrial smelter sebagai barang non–subsidi.


Dua Perusahaan Diduga Jadi Aktor Pengalihan


Dalam kesempatannya kepada media Celebes Post, Direktur Pelaporan LAKINDO, Sainuddin Mahmud, menyatakan bahwa pihaknya menemukan indikasi keterlibatan dua perusahaan transporter, yakni:

PT Bintang Terang Delapan Sembilan

PT Putra Amanah Jaya





Perusahaan-perusahaan ini diduga mengangkut solar subsidi yang menjadi jatah Sulawesi Selatan lalu mengarahkannya ke kawasan industri IMIP Morowali. LAKINDO bahkan mengklaim menemukan satu armada berisi 16.000 liter solar subsidi yang siap masuk jalur perdagangan industri.


“Tim kami mewawancarai sopir, mengecek muatan, dan menemukan indikasi kuat 16.000 liter BBM bersubsidi di dalam satu tangki yang diklaim sebagai BBM non-subsidi,” tutur Sainuddin.


Modus Operasi: Mengubah Status BBM untuk Mengubah Harga

LAKINDO memaparkan bahwa selisih harga adalah insentif kejahatan ini.
Solar subsidi dibeli seharga:

± Rp 9.300 per liter


Kemudian diperdagangkan sebagai solar industri dengan harga:

± Rp 13.000 per liter


Selisih:

Rp 3.700 per liter


Dengan beban tangki 16.000 liter, satu perjalanan memberi Rp 59,2 juta keuntungan kotor.
Jika lima armada beroperasi 30 hari penuh, maka keuntungan gelap tembus ± Rp 8,88 miliar per bulan.


Bukan angka pedagang eceran—ini adalah indikasi bisnis mafia energi.

Dampak Sosial: Publik Menjadi Korban

Kelangkaan solar di Sulsel memukul langsung ekonomi rakyat:

Nelayan tak bisa membeli solar untuk mesin kapal

Petani kesulitan menggerakkan pompa air

Transportasi barang tersendat

Harga pangan naik karena biaya operasional meningkat

UMKM tercekik



BBM bersubsidi adalah oksigen ekonomi rakyat kecil — ketika dicuri, rakyat yang tercekik.


LAKINDO Sorot Dugaan Rekayasa Dokumen dan Backing Oknum

Dalam penyelidikannya, LAKINDO mengaku menemukan bahwa supir tidak dibekali Surat Perintah Pengantaran (PO) resmi dari Pertamina. Sebaliknya, mereka menerima PO internal buatan perusahaan transporter. Dokumen internal ini membuka ruang manipulasi distribusi, memungkinkan BBM bersubsidi keluar dari radar negara.


Lebih jauh, LAKINDO menyatakan adanya indikasi oknum aparat TNI/Polri yang membekingi aktivitas tersebut, sehingga jalur pengangkutan solar gelap berjalan mulus tanpa pemeriksaan.


Praktisi Hukum: “Ini Kejahatan Ekonomi, Bukan Sekadar Salah Administrasi!”

Merespon temuan LAKINDO, Aswandi Hijrah, S.H., M.H., Praktisi Hukum serta Direktur Law Firm INSAN NUSANTARA, menegaskan bahwa penyalahgunaan BBM subsidi adalah tindak pidana berat.


“BBM bersubsidi adalah barang dalam pengawasan negara. Pengalihan solar subsidi ke sektor industri dapat dijerat UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, ancamannya 6 tahun penjara dan denda miliaran rupiah,” tegas Aswandi.

 


Ia menambahkan bahwa jika terbukti merugikan negara, maka kasus ini dapat diperluas ke ranah tindak pidana korupsi.


“Bila ada backing aparat, maka berlaku dua sanksi: pidana umum dan pelanggaran etik kedinasan. Ini bukan pelanggaran distribusi — ini kejahatan ekonomi yang melukai hak rakyat kecil.”

 


LAKINDO Tantang Pemerintah: Berani atau Tidak?

LAKINDO secara resmi mendesak:

Kementerian ESDM & Kapolri
– audit distribusi BBM subsidi
– tindak tegas pelaku

Menkopolhukam
– bentuk Satgas Pemberantasan Penggelapan BBM Subsidi
– periksa dugaan back-up aparat

Pertamina
blacklist dua perusahaan transporter
– perketat sistem dokumen dan digital tracking


“Ini soal martabat negara. Jika mafia energi dibiarkan, rakyat akan terus menderita,” ujar Sainuddin.


Arah Akhir: Negara Diuji, Rakyat Mengawasi

Kasus ini melahirkan pertanyaan paling tajam:

apakah negara berani menindak mafia BBM yang merampas hak subsidi rakyat?

Jika negara diam, maka yang menang bukan hukum, melainkan:

jaringan mafia energi

rente korporasi

backing aparat

Dan yang terus kalah adalah rakyat kecil.

Sulawesi Selatan tidak menunggu alasan —
Sulawesi Selatan menunggu penindakan.





MDS — CELEBES POST

Banner Utama

coklat-inspirasi-berita-baru-instagram-post-20241022-060924-0000
×
Berita Terbaru Update