Notification

×

Iklan

Iklan

Guru Pukul Siswi, Disdik Hanya Tegur

Selasa, 23 September 2025 | September 23, 2025 WIB Last Updated 2025-09-23T09:45:48Z



Celebespost Makassar, – Suasana muram menyelimuti rumah sederhana di Jl. Bontoduri 6, Kelurahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate. NMS, siswi kelas VIII SMP Negeri 29 Makassar, duduk termenung di ruang tamu. Sejak Kamis 18/09/2025, senyum cerianya hilang setelah diduga menjadi korban kekerasan fisik oleh guru matematikanya.


Bukan hanya sakit di paha akibat pukulan, namun juga rasa malu dan trauma yang membekas karena kejadian itu berlangsung di depan teman-teman sekelasnya. Senin, 22/09/2025 Makassar. 


“Anaknya tidak banyak bicara sejak kejadian. Kalau ditanya soal sekolah, langsung menangis,” Tutur ibunya.


Sekitar pukul 11.00 WITA, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, drg. Ita Anwar, datang menjenguk NMS. Ia mendengarkan langsung penuturan keluarga korban dan menegaskan perlunya pemulihan serius.


“Kondisi anak ini menunjukkan trauma berat. Karena itu kami akan fasilitasi pemeriksaan psikolog, konseling klinis, konseling tumbuh kembang, hingga konseling keluarga,” Jelas Ita.


Sehari sebelumnya, DP3A juga telah menginstruksikan Shelter Warga Kelurahan Bontoduri untuk mendampingi korban serta menggandeng Home Care agar kondisi kesehatannya terpantau.


Namun ironisnya, saat kunjungan itu, guru matematika bersama suami dan wali kelas turut hadir. Sang guru justru mengakui telah memukul korban.


“Saya kesal karena NMS bersama temannya mondar-mandir di depan saya sambil tukar-tukaran pisang saat pembagian makanan gratis,” Ungkapnya.


Alasan yang terkesan sepele itu kini berubah menjadi luka batin yang dalam bagi seorang siswi SMP.


Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Achi Soleman, hanya menyatakan bahwa pihaknya telah memberi teguran langsung kepada guru tersebut.


“Kami sudah memberikan teguran. Tidak boleh ada kekerasan di sekolah,” Ujarnya singkat.


Sikap lunak Disdik ini menuai kritik. Pemerhati sosial Jupri menilai langkah tersebut justru melegalkan kekerasan di sekolah.


“Guru sudah mengaku memukul. Kalau hanya diberi teguran, ini sama saja membiarkan kekerasan jadi hal biasa. Harus ada sanksi tegas, baik administratif maupun hukum. Jangan biarkan ini jadi preseden buruk,” Tegasnya.


Jupri mengingatkan, kasus ini bukan sekadar pelanggaran disiplin, melainkan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan.


Kasus SMPN 29 Makassar menyingkap jurang besar antara pemulihan korban dan sanksi pelaku. DP3A bergerak cepat dengan pendampingan psikologis, sementara Dinas Pendidikan berhenti pada teguran.


Bagi keluarga korban, sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman justru meninggalkan trauma. Pertanyaan mendasar pun menyeruak:


Apakah guru masih merasa bebas melakukan kekerasan di kelas?

Apakah pemerintah berani memberi sanksi tegas demi masa depan anak-anak?

Atau teguran semata dianggap cukup untuk menutup kasus ini?

Selama inkonsistensi terus terjadi, ruang belajar berisiko berubah menjadi ruang trauma. (*411U).




Sumber : (*2357U).



Berita Video

×
Berita Terbaru Update