Mantan Camat Baito, Pahlawan Akhir Jaman |
Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga, mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Sudarsono setelah terungkap bahwa ia memberi dukungan signifikan kepada Supriyani. Dalam situasi yang sulit ini, Sudarsono menyediakan tempat tinggal yang aman di rumah dinasnya dan kendaraan untuk memastikan Supriyani dapat menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Andoolo. Namun, niat baiknya untuk melindungi seorang warga yang teraniaya berujung pada konsekuensi pahit: pengunduran dirinya dari jabatan yang telah diembannya dengan penuh dedikasi.
"Ketika kami menjemput Supriyani dari Lapas Perempuan Kendari, saya merasa terpanggil untuk membantu. Kami tidak hanya menolong seorang guru, tetapi juga mempertahankan keadilan di desa kami," ungkap Sudarsono dengan nada yang penuh haru. Dia mengungkapkan rasa sesalnya setelah membantu Supriyani yang dalam kondisi rentan dan tertekan. "Ibu Supriyani bukan hanya seorang guru, dia adalah bagian dari komunitas kami, dan saya tidak bisa tinggal diam saat dia membutuhkan perlindungan."
Namun, langkah berani Sudarsono untuk membantu justru membawa dampak negatif bagi dirinya. Pencopotan ini dilakukan sehari sebelum penggantian jabatan yang berlangsung pada Senin, 28 Oktober 2024. Ivan Ardiansyah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Konawe Selatan, ditunjuk sebagai pengganti sementara Sudarsono. Masyarakat pun terpecah, sebagian merasa bangga akan keberanian Sudarsono, sementara yang lain mempertanyakan keputusan Bupati.
Bupati Surunuddin menjelaskan bahwa pencopotan ini merupakan langkah untuk menyelesaikan konflik antara Supriyani dan pihak keluarga yang mengklaim sebagai korban, yakni Aipda WH. "Kita harus menjaga kedamaian di desa. Siapapun itu, harus damai," ujarnya dengan nada tegas, tetapi terkesan berat saat menjelaskan keputusan sulit yang diambil.
Farid Mamma, SH., M.H., seorang praktisi hukum yang dikenal luas, menyatakan rasa empati yang mendalam terhadap Sudarsono. "Saya sangat menghargai keberanian Camat Sudarsono yang memilih untuk berdiri di samping keadilan. Pemberhentian ini adalah tindakan yang sangat disayangkan dan mencerminkan ketidakadilan dalam sistem hukum kita," tegas Farid. Ia juga mengecam tindakan oknum yang memecat Sudarsono, menilai keputusan tersebut sebagai sebuah langkah mundur bagi upaya menegakkan keadilan.
“Camat tidak seharusnya dihukum karena membantu warga yang teraniaya. Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh keadilan. Tindakan pemecatan ini jelas melanggar prinsip tersebut dan menciptakan iklim ketakutan bagi pejabat publik lainnya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan,” tambah Farid dengan nada kecewa.
Farid Mamma juga menunjukkan kekecewaannya terhadap Bupati Surunuddin. "Keputusan Bupati mencerminkan kurangnya pemahaman tentang hak asasi manusia dan tanggung jawab seorang pemimpin. Seharusnya, Bupati mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi dan mendukung upaya Camat Sudarsono untuk menjaga keadilan di tengah masyarakat," katanya.
Farid Mamma, SH., M.H |
Kisah ini menggambarkan pertarungan antara keberanian dan kesetiaan pada prinsip. Supriyani, yang berjuang untuk haknya, kini harus menanggung beban kehilangan teman dan pendukung di tengah proses hukum yang menegangkan. Namun, di balik semua kesulitan ini, terdapat cahaya harapan: keberanian Sudarsono yang berani berdiri melawan ketidakadilan, meskipun harus membayar mahal untuk itu.
Dengan segala pengorbanan yang dilakukan, Sudarsono menjadi simbol keberanian bagi masyarakat setempat. Dia tidak hanya mempertaruhkan jabatannya, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa satu tindakan kebaikan dapat menginspirasi banyak orang untuk memperjuangkan keadilan. Masyarakat kini menyaksikan dengan harap, menunggu langkah selanjutnya dalam saga penuh liku ini, dan bersatu untuk menuntut keadilan bagi Supriyani.
@mds