![]() |
Gambar Peserta Aksi |
Celebes Pos Makassar Sulsel, – Ratusan warga yang tergabung dalam Forum Warga Bersatu Perumahan Gubernur dan Pemda Kelurahan Manggala menggelar aksi damai di depan gerbang Perumahan Gubernur, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Minggu, 18/05/2025 Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang dianggap tidak berpihak pada keadilan substantif dalam sengketa lahan seluas 52 hektare.
Ketua Forum Warga Bersatu, Sadaruddin, menyampaikan bahwa warga menolak putusan yang memenangkan Mahdalena sebagai pihak penggugat intervensi. Mahdalena mengklaim sebagai ahli waris atas lahan tersebut dengan berlandaskan dokumen warisan kolonial Belanda, yakni Eigendom Verponding.
![]() |
Peserta Aksi Sangat Histeris |
Menurut warga, dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan hukum di era Indonesia modern. " Pemerintah seharusnya menolak dokumen-dokumen seperti itu, apalagi jika tidak diakui oleh Balai Harta Peninggalan maupun BPN, " Tegas Sadaruddin di hadapan awak media.
Dalam aksinya, warga menyuarakan enam tuntutan utama:
1. Menolak proses peradilan yang dinilai sesat dan sarat kepentingan mafia tanah.
2. Mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku mafia tanah, termasuk jika melibatkan oknum institusi.
3. Meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemkot Makassar bertanggung jawab dalam menjaga dan mengamankan aset negara.
4. Menolak segala bentuk premanisme dan intimidasi yang terjadi di wilayah Manggala.
5. Menolak pemberlakuan hukum kolonial dalam penyelesaian sengketa tanah.
6. Menuntut kepastian hukum dan perlindungan atas hak tempat tinggal yang telah mereka tempati secara sah dan damai selama bertahun-tahun.
![]() |
Ratusan Peserta Aksi Damai membawa spanduk |
Dari perspektif hukum agraria, keberlakuan Eigendom Verponding telah dinyatakan tidak berlaku sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960. Klaim hak atas tanah berdasarkan dokumen kolonial perlu dikaji secara ketat, terutama jika dokumen tersebut tidak tercatat secara sah di sistem pertanahan nasional.
Jika terbukti bahwa dokumen tersebut tidak dikeluarkan secara resmi oleh lembaga terkait, seperti Balai Harta Peninggalan atau BPN, maka dokumen tersebut dapat dikategorikan sebagai tidak sah. Dalam hal ini, warga maupun pemerintah daerah memiliki dasar hukum untuk menempuh jalur pidana atas dugaan pemalsuan dokumen.
Warga mengaku tengah mempertimbangkan langkah hukum pidana dan masih menunggu hasil konsultasi lanjutan dengan pihak berwenang, termasuk klarifikasi dari BPN.
Aksi damai tersebut berlangsung tertib dan mendapat pengawalan dari aparat keamanan. Aksi juga mendapat simpati dari masyarakat sekitar yang prihatin atas maraknya praktik mafia tanah di Sulawesi Selatan.
Sadaruddin menegaskan bahwa perjuangan warga tidak akan berhenti sampai di sini. Mereka berkomitmen mengawal proses hukum dan akan mengajukan permohonan dengar pendapat ke DPRD, lembaga terkait, hingga ke Presiden Prabowo melalui surat terbuka.
“ Ini bukan sekadar soal tanah, tetapi soal masa depan anak-anak kami dan hak kami sebagai warga negara, " Pungkasnya. (*411U).
Laporan : (1235tu).