Notification

×

Iklan

Iklan

Api Provokasi dari Medsos: DPRD Dibakar, Demokrasi Sulsel Terluka

Kamis, 04 September 2025 | September 04, 2025 WIB Last Updated 2025-09-04T12:32:04Z
Dari total 29 tersangka, 15 orang di antaranya terlibat langsung dalam aksi pembakaran DPRD Makassar


Makassar, Celebes Post Aksi demonstrasi yang seharusnya menjadi ruang penyampaian aspirasi berubah menjadi petaka. Gedung DPRD Makassar dan DPRD Sulawesi Selatan hangus dibakar massa, menelan kerugian besar dan korban jiwa. Polisi kini menetapkan 29 orang sebagai tersangka, dua di antaranya sebagai dalang provokasi.


Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menegaskan bahwa kedua provokator tidak hanya berperan sebagai penghasut, tetapi juga motor penggerak aksi anarkis lewat media sosial. Dengan telepon genggam, mereka menyebar ajakan untuk datang dan melakukan pembakaran gedung dewan.


Konferensi Pers


“Ajakan membakar itu nyata menimbulkan akibat: gedung terbakar dan nyawa melayang. Karena itu mereka dijerat Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, sekaligus Pasal 45 ayat 2 UU ITE,” ujar Arya dalam konferensi pers, Jumat (4/9/2025).


Fakta ini memperlihatkan bagaimana media sosial kini menjadi senjata baru dalam melahirkan kerusuhan. Dari ruang digital, api provokasi menjalar ke jalanan, lalu membakar simbol demokrasi daerah: gedung dewan rakyat.


Direktur Kriminal Umum Polda Sulsel, Kombes Pol Didik, merinci, kasus pembakaran DPRD Sulsel ditangani Ditreskrimum Polda Sulsel, sedangkan insiden di DPRD Makassar diusut Polrestabes. Dari total 29 tersangka, 15 orang di antaranya terlibat langsung dalam aksi pembakaran DPRD Makassar. 

Mereka berasal dari latar belakang beragam: mahasiswa, pelajar, hingga buruh harian.


“Tidak ada toleransi bagi perusuh. Mereka semua sudah ditetapkan tersangka sesuai perannya masing-masing,” tegas Didik.


Pandangan Pakar Hukum


Pakar hukum pidana, Aswandi Hijrah, SH., M.H., menilai penggunaan Pasal 160 KUHP dan UU ITE dalam kasus ini sudah tepat. Menurutnya, penghasutan yang berujung pada tindak pidana nyata, apalagi hingga merenggut nyawa, adalah kejahatan serius yang tidak bisa ditoleransi.


“Pasal 160 KUHP menegaskan bahwa penghasutan harus dibuktikan dengan adanya akibat yang nyata. Dalam hal ini, akibatnya jelas: gedung DPRD terbakar, kerugian negara timbul, bahkan ada korban jiwa. Ditambah lagi, penggunaan media sosial sebagai sarana penghasutan masuk dalam kategori kejahatan siber yang diatur tegas dalam Pasal 45 ayat 2 UU ITE,” kata Aswandi.


Ia menegaskan, kasus ini harus menjadi peringatan keras bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh dicampuradukkan dengan tindakan provokatif yang merusak. “Jika negara lemah dalam menindak, maka demokrasi akan terus dicederai oleh kelompok-kelompok anarkis,” tegasnya.


Tamparan untuk Demokrasi


Kerusuhan ini menjadi tamparan keras bagi wajah demokrasi Sulawesi Selatan. Aksi massa yang semula digerakkan aspirasi justru dibajak provokasi hingga berakhir dengan perusakan, pembakaran, dan kehilangan nyawa.


Publik kini menanti langkah tegas aparat: apakah para provokator digital dan pelaku lapangan benar-benar akan diganjar hukuman setimpal? Sebab jika dibiarkan lunak, sejarah hitam ini berpotensi terulang.



@mds/dll

Berita Video

×
Berita Terbaru Update