![]() |
| Konferensi pers Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia (LMR-RI) Komwil Sulawesi Selatan, keluarga korban |
CELEBES POST, MAKASSAR - Penanganan perkara dugaan pelanggaran berat Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 yang melibatkan oknum anggota LSM berinisial MR kembali memicu kegaduhan publik. Meski berkas perkara telah dinyatakan P21 oleh Kejaksaan, pelimpahan tersangka belum terlaksana karena MR tidak kunjung ditemukan oleh penyidik. Situasi ini menuai sorotan tajam dari Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia (LMR-RI) Komwil Sulawesi Selatan, keluarga korban, serta pemerhati perlindungan anak.
Penyidik Akui Pelaku Tidak Kooperatif, Tahap Dua P21 Gagal Dilakukan
Kanit Polrestabes Makassar, Hamka, mengonfirmasi bahwa penyidik sejak Rabu hingga Kamis (04/12/2025) melakukan pencarian terhadap MR, namun hasilnya nihil.
“Dari hari Rabu dan hari ini kita mencari pelaku, tetapi pelaku tidak berada di rumah. Padahal hari ini sudah tahap dua P21 dan siap dilimpahkan,” kata Hamka.
Ia menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja maksimal.
“Kami menahan pelaku MR selama 120 hari. Upaya kami sudah maksimal,” ujarnya.
Namun publik menilai penjelasan tersebut tidak sebanding dengan urgensi kasus yang melibatkan korban anak di bawah umur.
Kejaksaan Desak Penyidik Hadirkan Pelaku Sebelum Batas Akhir 09 Desember
Dari pihak Kejaksaan Negeri Makassar, Jaksa Johariani menegaskan bahwa Kejaksaan telah menjadwalkan pelimpahan tersangka dan barang bukti pada Senin dan Kamis, termasuk hari ini.
“Kami telah menjadwalkan hari Senin dan Kamis untuk tahap dua. Hari ini kami hubungi penyidik, tetapi mereka menyebut masih mencari pelaku karena tidak kooperatif. Kami berharap Tipidum segera menangkapnya, mengingat batas pengumpulan terakhir berkas pada 09 Desember, sebelum memasuki libur Natal dan Tahun Baru,” jelasnya.
Kejaksaan mengingatkan bahwa keterlambatan menghadirkan tersangka dapat berdampak pada kelanjutan proses hukum.
UPT PPA: Pendampingan Korban Sudah Sesuai Prosedur
Sementara itu, UPT PPA Kota Makassar menegaskan bahwa mereka telah melakukan pendampingan maksimal kepada korban berinisial NAT (15).
“Prosedur awal hingga akhir sudah kami penuhi, termasuk membuat berita acara pemulangan korban kepada keluarganya,” ungkap Musmualim Kepala UPT PPA.
Namun pihak PPA juga menyoroti trauma berat yang dialami korban akibat proses hukum yang tak kunjung menemukan akhir.
Kisah NAT: Dari Ancaman, Penculikan, Hingga Hilang Dua Bulan
Kasus ini bermula ketika keluarga korban mengetahui bahwa NAT mengaku dipaksa melayani MR, ayah dari teman sekolahnya.
“Saya dipaksa ladeni lelaki bernama MR,” ungkap NAT kepada ibunya, FT.
![]() |
| Pelaku (MR) Sedang Melarikan diri, Sementara dalam Pencarian Pihak Unit Jatanras |
Akibat tekanan psikologis, NAT sempat berhenti sekolah di sebuah SMK perawat swasta, lalu dipindahkan ke pesantren di Kabupaten Gowa. Namun MR diduga kembali menjemput paksa NAT dengan ancaman menyebarkan video mesum.
Puncaknya terjadi ketika NAT diculik dari rumah oleh orang suruhan MR bernama Asdar (kini buron). NAT hilang selama dua bulan, membuat keluarga melapor ke Polrestabes Makassar pada 1 Juli 2025.
Penangkapan MR dan Temuan Video Mesum
Pada 28 Juli 2025, Tim Jatanras Polrestabes Makassar dipimpin Iptu Nasrullah menangkap MR di Jalan Manggarupi. NAT ditemukan kurang dari 24 jam kemudian di sebuah hotel di Jalan Toddopuli.
Pihak penyidik turut mengamankan sejumlah bukti elektronik, termasuk video porno yang diduga milik pelaku. Namun penyidik menyampaikan bahwa MR tidak mengakui perbuatannya dalam BAP, sehingga proses pengembangan perkara berjalan lamban.
Empat Bulan Tanpa Kejelasan, Keluarga Tunjuk LMR-RI Kawal Kasus
Hingga 9 Oktober 2025, tepat empat bulan sejak laporan dibuat, keluarga korban belum menerima kejelasan penyidikan. SP2HP disebut tidak diberikan secara resmi kepada pelapor dan hanya disampaikan secara lisan.
Keluarga akhirnya menunjuk kuasa hukum dari LMR-RI Komwil Sulsel melalui Surat Kuasa Khusus No. 007/SK-Pdn/BANKUM/KOMWIL/LMR-RI.BPH.NMS/X/2025.
Tim hukum mempertanyakan lambannya penyidikan serta dugaan keterlibatan pihak keluarga MR — termasuk istri pertama, istri kedua, dan ibunda pelaku — yang diduga memfasilitasi pelarian MR saat menjalani masa tahanan.
Pengakuan Mencengangkan: Oknum Polisi Diduga Terlibat
Dalam pemeriksaan kedua di Lantai 3 Polrestabes Makassar, NAT mengaku pernah dibawa oleh istri pertama MR dan seorang oknum Polisi Tahti berinisial A ke ruang tahanan untuk dipertemukan dengan MR.
“Saya disuruh beradegan ‘maaf’. Saya dilecehkan di ruang Tahti,” ungkap NAT sambil menangis.
Pengakuan ini memperkuat dugaan adanya pelanggaran etik dan pidana yang lebih luas.
Ketua LMR-RI Sulsel, Andi Idham J. Gaffar, SH, menyatakan bahwa pihaknya akan membawa kasus ini ke berbagai lembaga pengawasan.
“Semua pihak yang terlibat, termasuk oknum aparat hukum, akan kami laporkan ke Kompolnas, DPR RI, Kapolri, Komnas Perempuan, Komnas Anak, hingga Presiden,” tegasnya.
Pelaku Masih Bebas, Proses Hukum Terancam Mandek
Meski berkas telah dinyatakan lengkap dan Kejaksaan menunggu pelimpahan, MR belum berhasil diamankan hingga hari ini. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa proses hukum dapat terhambat atau mandek.
LMR-RI menegaskan bahwa kasus ini adalah bagian dari Lex Specialis dalam perlindungan anak yang seharusnya diprioritaskan oleh penegak hukum.
“Apakah masa depan seorang anak yang telah putus sekolah ini harus menjadi korban kelalaian sistem?” kata Andi Idham menyindir tegas.
Seruan Publik: Hukum Harus Tegak Tanpa Kompromi
Kasus NAT kini menjadi barometer apakah hukum di Indonesia masih memiliki keberpihakan terhadap rakyat kecil.
“Negara harus hadir untuk melindungi anak-anaknya. Jangan bermain-main dengan hukum khusus seperti UU Perlindungan Anak,” tutup Andi Idham J. Gaffar.
LMR-RI mendesak Kapolrestabes Makassar dan Kajari Makassar untuk mengambil langkah cepat dan tegas agar proses hukum tidak berlarut-larut dan korban mendapatkan keadilan.
MDS – Celebes Post

