Notification

×

Iklan

Iklan

Tragedi Songkat Malino Ungkap Kegagalan Fatal Pengamanan — Pasar Malam Beroperasi Tanpa Polisi, Tanpa Kontrol, Tanpa Perlindungan

Sabtu, 06 Desember 2025 | Desember 06, 2025 WIB Last Updated 2025-12-06T05:05:15Z
Kejadian Pembakaran wahana dan pasca kejadian 


CELEBES POST,  PARIGI MOUTONG  — Malam yang seharusnya dipenuhi tawa berubah menjadi duka mendalam di Desa Songkat Malino, Parigi Moutong. Tragedi yang merenggut nyawa seorang anak ini bukan hanya akibat kelalaian pengelola wahana pasar malam, tetapi juga mencerminkan absennya tanggung jawab aparat keamanan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.


Pengamanan Nol, Kerumunan Tak Terpantau


Sabtu malam itu, pasar malam Hoya-Hoya dipadati ratusan pengunjung. Hiruk pikuk pasar malam membutuhkan sedikitnya satuan aparat yang berjaga:
mengawasi kerumunan, memastikan standar keamanan, dan merespons cepat jika terjadi keadaan darurat.


Namun kenyataannya?
Tidak ada satu pun aparat yang terlihat di lokasi.


Tidak ada patroli.
Tidak ada pos pengamanan.
Tidak ada kontrol terhadap aktivitas berisiko tinggi, termasuk instalasi listrik di wahana permainan.


Di saat masyarakat menaruh kepercayaan bahwa keamanan publik dijaga, ruang itu justru kosong.


Sengatan Listrik yang Menjadi Awal Tragedi


Ketika seorang anak memasuki wahana rumah hantu, ia tidak tahu bahwa kegelapan di dalamnya menyembunyikan ancaman mematikan.
Instalasi listrik yang diduga bermasalah—yang seharusnya diperiksa, diawasi, dan disertifikasi layak—menjadi penyebab anak tersebut tersengat.


Tubuhnya terjatuh. Operator panik.
Dan yang paling ironis: tidak ada aparat yang merespons atau membantu mengamankan situasi.


Namun lagi-lagi, ketiadaan aparat menjadi gambaran telanjang lemahnya sistem pengamanan publik malam itu.


Dan lebih memilukan, kurang dari setengah jam setelah dirawat, nyawa anak itu tidak tertolong.


Amarah Massa Meledak di Tengah Kekosongan Pengamanan


Kabar kematian itu menyulut emosi warga. Dan ketika massa kembali ke lokasi pasar malam, tidak ada aparat yang mengamankan area, tidak ada upaya mencegah kerumunan makin brutal.


Dalam ruang tanpa kendali itu, emosi warga pecah.


Seseorang berteriak:
“BAKAR! BAKAR WAHANANYA!”


Tanpa aparat untuk menahan, menghalau, atau menenangkan, puluhan massa menyerbu wahana rumah hantu. Api dinyalakan, bangunan terbakar dalam hitungan detik.


Ini bukan hanya ledakan amarah—ini adalah bukti konkret bahwa ketiadaan aparat dalam situasi genting telah menciptakan ruang bagi kekacauan.


Tanggung Jawab yang Harus Dijawab: Di Mana Aparat Saat Dibutuhkan?


Peristiwa ini memunculkan pertanyaan keras yang wajib dijawab aparat keamanan:


Mengapa pasar malam dengan kerumunan besar dibiarkan tanpa satu pun personel polisi?


Siapa yang memberi izin operasional tanpa memastikan standar keamanan terpenuhi?


Mengapa tidak ada respons cepat ketika insiden terjadi?


Ketika aparat memiliki tupoksi melindungi, mengayomi, dan memberikan rasa aman, maka absennya mereka pada malam tragedi itu adalah luka yang tidak mudah hilang dari ingatan warga Songkat Malino.


Audit Menyeluruh Harus Dilakukan — Bukan Sekadar Pernyataan Belasungkawa


Masyarakat kini menuntut langkah nyata:

Evaluasi menyeluruh atas kelalaian pengamanan di lapangan.


Penyelidikan atas izin operasional pasar malam dan standar keamanannya.


Penerapan SOP ketat untuk semua wahana rakyat di wilayah Parigi Moutong.


Karena bagi warga, tragedi ini bukan sekadar kecelakaan yang tak sengaja terjadi.
Ini adalah akibat dari kelalaian kolektif, terutama lembaga yang seharusnya menjaga nyawa dan keselamatan publik.


Penutup: Keamanan Bukan Opsi, Tapi Kewajiban Negara


Nyawa seorang anak hilang. Wahana terbakar. Kerusuhan pecah.
Semua itu terjadi karena keamanan yang seharusnya hadir… justru absen.


Dan selama aparat tidak memperbaiki kegagalan ini, tragedi serupa dapat terulang kapan saja—di mana saja.



MDS/jml

Berita Video

×
Berita Terbaru Update