Makassar, 11 November 2024 - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sulawesi Selatan telah melayangkan aduan resmi kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, terkait skorsing dan tindakan represif yang dialami mahasiswa UIN Alauddin Makassar selama aksi demonstrasi. PBHI Sulsel, yang dikenal sebagai lembaga pengawal hak asasi manusia, menuntut agar pemerintah memberikan perhatian serius atas dugaan pelanggaran hak-hak mahasiswa di lingkungan kampus.
Aduan ini mencakup sepuluh mahasiswa UIN Alauddin Makassar yang menjadi korban tindakan represif dalam aksi demonstrasi 31 Juli 2024. Di antaranya adalah Ferdianto Syah, Muh. Reski, dan Yahya Nur, yang diskorsing akibat tuntutan mereka terhadap kebijakan kampus. PBHI Sulsel, yang bertindak sebagai perwakilan mahasiswa, menuntut keadilan atas dasar konstitusi dan hak asasi manusia yang melekat pada setiap warga negara.
PBHI Sulsel menyampaikan tiga tuntutan pokok dalam surat tersebut, yaitu perlindungan hukum bagi para mahasiswa yang telah dijatuhi skorsing, pencabutan Surat Edaran Nomor 2591 tentang pembatasan aksi di lingkungan kampus, serta penghentian segala bentuk tindakan represif terhadap mahasiswa yang menyuarakan aspirasi. Aduan ini berfokus pada pelanggaran hak kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi, dan meminta keterlibatan langsung pemerintah dalam menghentikan pembungkaman aspirasi mahasiswa.
![]() |
Lapor Tamu Mas Wapres |
Aduan resmi ini diajukan PBHI Sulsel pada 11 November 2024, beberapa bulan setelah skorsing mahasiswa diberlakukan pasca-aksi protes di kampus pada 31 Juli 2024. Peristiwa ini terjadi di Kampus UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan, sementara surat aduan disampaikan kepada Wakil Presiden di Jakarta dengan harapan agar pemerintah pusat menaruh perhatian terhadap kondisi kampus di daerah.
PBHI Sulsel menilai skorsing dan tindakan represif tersebut telah melanggar hak dasar mahasiswa untuk menyampaikan pendapat. Berdasarkan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan prinsip-prinsip HAM internasional, setiap warga negara berhak menyuarakan pendapatnya tanpa ancaman represif. Kebijakan kampus yang membatasi aksi dan menindak tegas mahasiswa dianggap tidak sejalan dengan semangat demokrasi dan hak asasi manusia yang berlaku di Indonesia.
Dalam suratnya, PBHI Sulsel menyoroti tindakan represif yang dilakukan aparat kampus dalam membubarkan paksa aksi mahasiswa, termasuk penggunaan kekerasan berlebihan yang berujung pada skorsing beberapa mahasiswa. PBHI Sulsel menyatakan bahwa mahasiswa sebelumnya telah melakukan pendekatan persuasif kepada rektorat terkait aspirasi mereka, namun tidak direspon positif oleh pihak kampus, sehingga aksi protes pun menjadi pilihan terakhir untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.
PBHI Sulsel juga mengaitkan aduan ini dengan instrumen-instrumen internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), sebagai dasar untuk menuntut penghapusan kebijakan yang dinilai membungkam suara mahasiswa. PBHI berharap pemerintah pusat, khususnya Wakil Presiden, dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk membela hak-hak mahasiswa yang terdiskriminasi.
Melalui aduan ini, PBHI Sulsel mengungkapkan keresahan bahwa tindakan represif di UIN Alauddin Makassar merupakan ancaman bagi iklim demokrasi di perguruan tinggi. Kebijakan-kebijakan yang melarang aksi dan mengancam mahasiswa dengan skorsing justru membentuk suasana ketakutan dan mengekang kebebasan berpendapat yang semestinya menjadi roh dari dunia akademik. PBHI Sulsel juga menyebutkan bahwa upaya mereka adalah bagian dari perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan yang mencoba membungkam suara mahasiswa di negeri ini.
PBHI mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya akademisi, untuk menyuarakan dukungan terhadap mahasiswa UIN Alauddin Makassar. Dengan disampaikannya surat ini kepada Wakil Presiden, PBHI berharap agar pemerintah pusat dapat mengusut tuntas permasalahan ini dan memberikan rasa aman serta jaminan kebebasan berpendapat bagi mahasiswa di seluruh Indonesia.
Ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah dalam melindungi hak asasi warga negaranya, terutama dalam dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi ruang paling aman bagi pertukaran pikiran dan kritik terhadap kebijakan.
@mds