![]() |
Kendaraan Alat Berat CV Batara karya |
CELEBES POST, Maros – Warga yang diduga terlibat dalam dugaan pembabatan kawasan hutan lindung mangrove di Pantai Kuri Caddi, Maros, Sering kali angkat bicara terkait pemberitaan yang menyebutkan dirinya telah mengubah lahan tersebut menjadi empang.
Warga yang menempati sejak lama kawasan Kuri Caddi, Maros H. Ambo Masse, yang disebut dalam kasus ini, membantah bahwa dirinya melakukan perusakan lingkungan secara ilegal. Ia mengklaim bahwa lahan tersebut telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) sejak tahun 2009, jauh sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai ekosistem lindung pada tahun 2012.
"Saya tidak pernah merasa melanggar aturan karena lahan itu sudah bersertifikat sejak lama. Kalau kemudian ada perubahan status kawasan, mestinya ada sosialisasi atau ganti rugi dari pemerintah," ujar Ambo Masse saat dikonfirmasi, Minggu (31/1/2025).
Menurut Ambo Masse, lahan tersebut telah lama dikelola sebagai area produktif. Ia juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam penyelidikan kasus ini.
![]() |
H. Ambo Masse |
Menanggapi hal ini, Pemerhati Hukum Lingkungan Sekaligus Pakar Agraria Alfiansyah Farid Mamma, SH., menegaskan bahwa "status kepemilikan tanah adalah sah dan harus mempertimbangkan hak hak pemilik lahan tidak serta-merta menghapus aturan kepemilikan, mengenai perlindungan lingkungan seharusnya dilakukan pemeriksaan dokumen yang sudah ada," ucap Alfiansyah Farid Mamma.
"Kalau memang ada perubahan status lahan menjadi kawasan lindung, maka segala aktivitas di dalamnya harus mengikuti aturan lingkungan hidup yang berlaku, akan tetapi harus juga memberikan ruang untuk menghargai lembaran negara dalam bentuk Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan tersebut. Tidak bisa berlindung di balik aturan lingkungan hidup yang berorientasi kepada asas manfaat sejumlah pihak yang bersekongkol untuk menjatuhkan Ambo Masse tanpa memperhatikan regulasi sebelum nya," tegas Alfiansyah Farid Mamma.
Sementara itu, sejumlah warga sekitar yang ditemui menyebutkan bahwa kawasan tersebut memang telah lama diklaim sebagai milik Ambo Masse oleh beberapa warga, meskipun lebih dulu klaim kepemilikan Ambo Masse dari pada aturan kawasan ekosistem lindung yang dipenuhi hutan mangrove.
"Kami tahu itu lahan bersertifikat, selama ini yang namanya hutan mangrove kan punya fungsi penting bagi ekosistem. Tapi Kami khawatir kalau ini aturan kawasan ekosistem lindung dijadikan sebagai kuda tunggangan pihak pihak yang akan mengambil keuntungan, bisa berakibat fatal dan hilangnya kepercayaan masyarakat," ujar MS warga setempat.
Hingga kini, penyidik dari Polres Maros masih terus mengumpulkan bukti tambahan untuk memperkuat penyidikan kasus dugaan perusakan lingkungan ini. Beberapa ahli tata ruang dan lingkungan juga telah dimintai pendapat terkait status lahan serta dampak yang ditimbulkan akibat pembabatan tersebut.
Pemerintah daerah pun didorong untuk lebih tegas dalam mengawal regulasi perlindungan ekosistem mangrove agar tidak terjadi konflik kepentingan antara pemilik lahan dan kepentingan pelestarian lingkungan.
Upaya Di Benturkan Aturan Kawasan Ekosistem Lindung Tahun 2012
Haji Ambo mengungkapkan, “Awalnya saya tidak diberitahukan sama sekali. Tiba-tiba ada orang yang melakukan pembersihan menggunakan gergaji mesin, dan kami sekeluarga sempat menghalau mereka. Kami bahkan membuat penghalang dari dahan pohon yang dipasang melintang di jalan,” ungkapnya.
beberapa waktu kemudian, Kepala Desa Nisombalia mendatanginya dan memintanya menandatangani surat tanpa penjelasan detail. “Istri saya sempat ingin membaca surat tersebut, tetapi Pak Desa Nisombalia menyuruh kami menandatanganinya saja dan mengatakan ini untuk kelanjutan jalan, dengan nada agak tinggi. Saya yang tidak bisa baca tulis, terpaksa menandatangani surat tersebut,” ujarnya. Saat mempertanyakan ganti rugi, Kepala Desa Nisombalia malah menawarkan solusi yang menurut Haji Ambo tidak wajar, yakni mengambil lahan pengganti lahannya di pulau.
Haji Ambo menegaskan bahwa dirinya sebagai pemilik lahan akan menuntut ganti rugi atas lahan yang kini digunakan sebagai jalan umum oleh Kontraktor CV Batara Karya serta Dinas PU Kabupaten Maros. “Saya tidak akan tinggal diam. Lahan ini adalah hak saya, dan saya akan memperjuangkan ganti rugi yang sesuai,” tegasnya.
Sementara itu Tuduhan dari LSM yang menuduh saya melakukan pembalakan liar sangat tidak berdasar dan dapat merusak reputasi saya,” tegasnya, Sabtu (26/10/2024).
Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maros, Dr. Murad Abdullah, S.SiT., M.H., mengonfirmasi keabsahan lahan Haji Ambo sebagai pemilik sah berdasarkan dokumen NBP: 28939/2024. Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup memastikan lahan tersebut bukan bagian dari hutan mangrove sebagaimana tuduhan LSM, sesuai surat dari Kementerian Lingkungan Hidup bernomor registrasi S58/BPHTL.VII/PPKH/PLA.2/1/2024 yang menyatakan bahwa titik koordinat lahan tersebut berada di luar kawasan hutan dan masuk dalam Area Penggunaan Lain APL, (30/102024).
@mds