Notification

×

Iklan

Iklan

1-20250413-190548-0000 2-20250413-190548-0001®

Keadilan Diperdagangkan? Kasus Kekerasan Seksual Anak Disabilitas Mandek, Hakim Tawarkan Uang Ganti Rugi!

Jumat, 09 Mei 2025 | Mei 09, 2025 WIB Last Updated 2025-05-08T19:17:13Z
Ibu Ernita Dan Ernita (Korban)


Celebes Post Makassar, – Tangis haru dan kecewa pecah di Pengadilan Negeri Barru, Sulawesi Selatan, pada Selasa (6/5/2025). Ernita, seorang ibu dari keluarga tidak mampu, datang dengan harapan besar untuk mendengar perkembangan sidang atas kasus kekerasan seksual yang menimpa putrinya, AA, seorang remaja penyandang disabilitas ganda. Namun harapannya pupus karena sidang kembali ditunda tanpa kejelasan alasan yang memuaskan.


Korban, yang secara biologis berusia 19 tahun namun berdasarkan asesmen psikiater hanya memiliki tingkat kematangan mental setara anak usia 1 hingga 2 tahun, diduga mengalami kekerasan seksual oleh seorang pria berinisial AM (71). Proses pemeriksaan terhadap korban dilakukan dengan metode khusus dan sensitif karena kondisi psikologisnya yang sangat rentan.


Ernita mengungkapkan kekecewaannya terhadap jalannya persidangan. Ia menilai bahwa proses hukum justru tidak berpihak kepada korban, dan bahkan mengarah pada intimidasi terhadap dirinya selaku ibu dari korban.


“Sidangnya sangat janggal. Saya merasa seolah-olah saya yang diadili. Hakim dan jaksa malah mempertanyakan hal-hal yang tidak relevan, seperti latar belakang keluarga kami,” ucap Ernita dengan suara tercekat kepada wartawan.



Lebih jauh, Ernita menyatakan bahwa majelis hakim sempat menawarkan restitusi atau kompensasi finansial sebagai bentuk penyelesaian. Namun baginya, uang bukanlah jawaban atas luka mendalam yang diderita anaknya.


“Kami tidak ingin uang. Kami hanya ingin pelaku dihukum seberat-beratnya. Anak saya penyandang disabilitas. Dia tidak tahu apa-apa. Tolong jangan anggap ini perkara biasa,” tegas Ernita sambil menahan tangis.



Restitusi memang merupakan bagian dari hak korban sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Korban dan Saksi, namun pertanyaan besarnya: apakah ganti rugi bisa mengobati trauma korban yang berkepanjangan?


Kuasa hukum korban, Aswandi Hijrah, S.H., M.H., kembali menegaskan bahwa pasal yang digunakan oleh jaksa—yakni Pasal 289 KUHP—belum cukup untuk memberikan rasa keadilan bagi korban. Ia mendesak agar pelaku juga dijerat dengan pasal dari Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).


“Kami menduga ada upaya sistematis untuk melemahkan kasus ini. Padahal UU TPKS jelas melindungi korban dengan kondisi khusus seperti AA. Sudah setahun lebih kasus ini berjalan, tapi keadilan terasa jauh dari harapan,” ujar Aswandi.

 


Sementara itu, psikolog anak nasional Seto Mulyadi (Kak Seto) juga memberikan atensi terhadap kasus ini. Dalam pesan balasan kepada wartawan pada Kamis malam, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia itu menyampaikan dukungan moralnya kepada keluarga korban dan menyatakan akan memberikan tanggapan resmi pada Senin mendatang, usai menyelesaikan kunjungan kerjanya di Konawe dan daerah lain.


Tak hanya itu, pengacara senior asal Makassar, Firman, S.H., M. H. turut menyoroti lambannya penanganan perkara ini. Ia menilai bahwa ada kejanggalan dalam proses hukum serta indikasi intervensi terhadap keluarga korban.


“Ini bukan perkara biasa. Korbannya penyandang disabilitas. Sudah semestinya dikenakan pasal berlapis, baik dari KUHP maupun UU TPKS. Apalagi muncul informasi bahwa pelaku mencoba memberikan uang pascakejadian, itu jelas upaya suap,” tandasnya.

 


Kasus ini menyisakan luka panjang dan menyorot sorotan tajam publik atas penanganan kekerasan seksual di Indonesia, terutama terhadap korban dengan disabilitas. Sidang lanjutan yang dijadwalkan ulang akan menjadi ujian nyata bagi sistem hukum: apakah berpihak kepada korban atau kembali mengecewakan mereka yang paling rentan.


MDS - Celebes Post

Berita Video

×
Berita Terbaru Update