Makassar, Celebes Post, - Penanganan kasus dugaan asusila yang menyeret oknum anggota Polres Jeneponto berinisial JYC, kini menjadi sorotan tajam publik. Pasalnya, FTN, perempuan yang melaporkan JYC atas dugaan penyebaran konten asusila, justru dijadikan tersangka oleh penyidik Polres Jeneponto. Jum'at, 25/07/2025.
Dalam konferensi persnya yang Di gelar warkop Arnum Jalan Tupai Kota Makassar. Tim Hukum Law Office Akhmad Rianto, SH & Partners, yang diwakili oleh Kristopel Hendra T.L, S.H., M.H., menyatakan keberatan dan menilai penetapan tersangka terhadap kliennya cacat prosedur, terburu-buru, dan mencerminkan penegakan hukum yang diskriminatif.
Dari Pelapor Menjadi Tersangka: Penegakan Hukum Dipertanyakan
FTN diketahui lebih dulu melaporkan JYC ke Propam Polda Sulsel pada 23 Juli 2024 atas dugaan pelanggaran kode etik dan penyebaran konten asusila melalui media digital. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Propam Polres Jeneponto.
Tak lama berselang, JYC melaporkan balik FTN ke Polres Jeneponto. Anehnya, hanya dalam waktu 20 hari sejak surat penyidikan dikeluarkan, FTN langsung ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
“Kami melihat ini bukan semata perkara hukum, tapi ada indikasi penggunaan instrumen hukum untuk membungkam pelapor. Penetapan tersangka ini tidak melalui proses klarifikasi, tanpa penyelidikan pendahuluan, dan tidak objektif,” Ujar Kristopel.
Kejanggalan Prosedural: Bukti Lemah, Motif Sarat Balas Dendam
Tim hukum juga membeberkan sejumlah kejanggalan:
FTN tak pernah diklarifikasi secara layak sebelum dinaikkan statusnya menjadi tersangka.
Foto yang dijadikan bukti justru dikirim atas permintaan istri JYC, yang justru tidak dijadikan pihak yang bertanggung jawab.
JYC diduga merekam dan menyimpan rekaman video call berunsur seksual, meski telah berstatus sebagai suami sah dari saudari U, yang jelas melanggar etika dan hukum internal Polri.
Mereka menduga bahwa laporan balik JYC adalah strategi hukum balasan (counter-attack legal maneuver) untuk menekan FTN agar mencabut laporannya di Propam.
Mandeknya Proses Etik: Janji Kapolres Belum Terpenuhi,
Kapolres Jeneponto, AKBP Widhi Setiawan, sebelumnya menyatakan bahwa dugaan pelanggaran disiplin oleh JYC telah ditangani oleh Seksi Propam dan akan segera disidangkan. Namun, hingga kini tidak ada kepastian mengenai jadwal sidang etik tersebut.
Padahal, berdasarkan:
- PP No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri,
- PP No. 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Polri, dan
- Perpol No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri,
perilaku seperti yang diduga dilakukan JYC masuk kategori pelanggaran berat dan seharusnya sudah dijatuhi sidang etik secara terbuka dan tegas.
Kuasa Hukum: FTN Adalah Korban, Bukan Pelaku, Dalam keterangannya, Kristopel menegaskan bahwa FTN merupakan korban manipulasi dan penyebaran informasi pribadi yang dilakukan oleh JYC dan pihak lain.
Tim hukum menyampaikan tiga tuntutan utama: Peninjauan ulang status tersangka FTN karena prosesnya tidak objektif.
Gelar perkara khusus oleh Wassidik Ditreskrimsus Polda Sulsel untuk menjamin penanganan yang adil.
Percepatan proses etik terhadap JYC, agar tidak timbul kecurigaan adanya perlindungan sistematis terhadap pelanggar.
“Bagaimana mungkin pelapor yang mengungkap penyimpangan justru dijadikan tersangka, sementara pihak yang menyebarkan foto dan merekam video vulgar bebas tanpa proses hukum?” Tegas Kristopel.
Ujian Integritas Polri di Mata Publik
Kasus ini telah mencuat sebagai ujian moral dan integritas bagi institusi Polri, khususnya Polres Jeneponto. Publik kini menanti: apakah janji Kapolres untuk menangani kasus secara profesional akan diwujudkan? Atau justru hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? (*411U).
Sumber: Law Office Akhmad Rianto, SH & Partners.
