Notification

×

Iklan

Iklan

Istri Perwira Polisi Diduga Hina dan Intimidasi Jurnalis Saat Liputan Kasus Penjualan Bayi

Senin, 29 September 2025 | September 29, 2025 WIB Last Updated 2025-09-29T00:10:25Z
Dokumentasi Di TKP 


Medan, Celebes Post — Dunia jurnalistik kembali tercoreng dengan insiden memalukan yang terjadi di Kota Medan. Dua wartawan mendapat penghinaan dan intimidasi saat meliput dugaan kasus penjualan bayi di Jalan Bromo, Gang Sentosa, Kecamatan Medan Area. Peristiwa ini menyeret nama pemilik Klinik Yuliana, yang disebut-sebut merupakan istri seorang perwira polisi berpangkat menengah di Polda Sumatera Utara.


Kronologi Kejadian


Berdasarkan informasi yang dihimpun Celebes Post, perwira polisi yang dimaksud adalah AKBP Tumbur Silaban, yang menjabat sebagai Kasubbidtekkom Bid TIK Polda Sumut. Sang istri, Yuliana, diduga menjadi provokator dalam aksi penghinaan terhadap dua wartawan, yakni Rahmadsyah dan Nezza Syafitri.


Kejadian bermula ketika kedua jurnalis hendak melakukan liputan lanjutan terkait praktik jual-beli bayi yang sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Namun, bukannya mendapat konfirmasi yang mereka butuhkan, kedua wartawan justru berhadapan dengan perilaku kasar dan penuh intimidasi.


Seorang pria bernama Wenti alias Pipit melontarkan makian terhadap Rahmadsyah dengan kata-kata kasar yang merujuk pada organ intim laki-laki. Tidak berhenti di situ, Nezza Syafitri bahkan dihina dengan sebutan “lonte”. Menurut keterangan saksi, aksi Wenti dilakukan setelah adanya dorongan provokatif dari Yuliana.


Bentuk Intimidasi dan Ancaman


Insiden tersebut bukan hanya penghinaan verbal, tetapi juga diwarnai dugaan praktik premanisme yang membuat keselamatan para wartawan terancam. Situasi di lokasi peliputan pun sempat memanas karena adanya tekanan psikis yang dialami jurnalis ketika menjalankan tugasnya.


Kasus ini menguatkan fakta bahwa profesi jurnalis masih kerap menghadapi ancaman, terlebih saat meliput isu sensitif yang melibatkan pihak-pihak tertentu.


Pelanggaran Hukum yang Jelas


Peristiwa ini jelas bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Setidaknya terdapat beberapa pasal yang bisa dikenakan terhadap pelaku, di antaranya:


  • Pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers: Menjamin kemerdekaan pers serta hak wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi.

  • Pasal 18 UU Pers: Melarang segala bentuk penghalangan dan intimidasi terhadap kerja jurnalistik, dengan ancaman pidana dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta.

  • Pasal 335 KUHP: Mengatur tindak pidana pengancaman dan intimidasi terhadap orang lain.


Artinya, siapa pun yang menghalangi tugas jurnalis, termasuk keluarga aparat sekalipun, tidak bisa kebal hukum.



Pandangan Ahli Hukum


Ahli hukum pidana dan tata negara, Dr. H. Abdul Rahman, S.H., M.H., menilai insiden ini sebagai ancaman serius keberlangsungan demokrasi. Menurutnya, kebebasan pers adalah salah satu indikator utama negara hukum, sehingga setiap upaya pelemahan terhadap wartawan harus ditindak tegas.


“Kebebasan pers adalah pilar penting demokrasi. Jika jurnalis diintimidasi dengan kata-kata kotor bahkan ancaman, itu bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan tindak pidana yang dapat dijerat KUHP maupun UU Pers. Aparat kepolisian harus bertindak cepat dan tidak pandang bulu. Jika pelaku kebetulan keluarga perwira, justru penanganannya harus transparan agar tidak menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” tegas Dr. Abdul Rahman kepada Celebes Post.

 

Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan Dewan Pers untuk mengawal kasus ini. Menurutnya, perlindungan hukum terhadap wartawan tidak bisa hanya bersifat seremonial, melainkan harus nyata dalam praktik penegakan hukum.


“Kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan. Dewan Pers harus mendampingi wartawan korban intimidasi agar hak-haknya terlindungi. Kalau dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk yang membuat wartawan takut meliput kasus sensitif. Itu sama saja membungkam suara publik,” tambahnya.

 

Dampak Sosial dan Moral


Kasus penjualan bayi sendiri sudah menimbulkan keprihatinan mendalam di tengah masyarakat Medan. Alih-alih fokus pada pengungkapan praktik perdagangan manusia, perhatian publik kini justru tersita pada persoalan intimidasi terhadap wartawan.


Hal ini menimbulkan kesan buruk bahwa ada upaya sistematis untuk menutup-nutupi informasi publik yang seharusnya diketahui masyarakat.


Seruan Publik untuk Penegakan Hukum


Aktivis pers dan masyarakat sipil di Medan mendesak agar kepolisian bertindak cepat menuntaskan kasus ini. Mereka menilai, jika aparat diam atau lambat bertindak, maka kredibilitas lembaga penegak hukum akan semakin dipertanyakan.


Kasus ini sekaligus mengingatkan kembali bahwa perlindungan jurnalis masih rapuh di Indonesia, bahkan di tengah isu serius seperti perdagangan bayi.


Insiden pelecehan dan intimidasi terhadap jurnalis di Medan Area ini bukan hanya masalah pribadi, melainkan serangan langsung terhadap kebebasan pers. Publik kini menunggu apakah aparat kepolisian dan Dewan Pers benar-benar berpihak pada keadilan, atau justru membiarkan praktik intimidasi seperti ini terus berulang.



Reporter: NS

MDS – Celebes Post



Berita Video

×
Berita Terbaru Update