![]() |
| Dokumentasi Celebes Post |
CELEBES POST, Gowa — Tim Investigasi Celebes Post kembali menemukan fakta-fakta baru yang mempertebal dugaan bahwa kasus yang menimpa Regiansyah Febrian Idris (15) sarat kejanggalan, ketidakprofesionalan, dan potensi pelanggaran berat terhadap UU Perlindungan Anak serta UU SPPA.
Dalam penelusuran lebih dalam, ditemukan bahwa proses diversi yang dilakukan oleh BAPAS ternyata gagal total, bukan karena ketidaksiapan keluarga Regi, melainkan karena tuntutan tidak wajar dari pihak keluarga RF (23 tahun), yaitu permintaan ganti rugi Rp 30 juta, lengkap dengan syarat permintaan maaf dan perekaman video.
Temuan ini memperjelas pola ketimpangan dalam penanganan kasus yang menyeret anak di bawah umur ke dalam pusaran kriminalisasi.
FAKTA 1: Diversi Gagal Karena Tuntutan 30 Juta dari Keluarga RF
Berdasarkan hasil penelusuran dan dokumen BAPAS yang diperoleh Celebes Post, proses diversi telah dilakukan antara kedua belah pihak.
Namun dalam upaya restoratif itu, terungkap bahwa:
-
Pihak orang tua RF (23 tahun) menuntut ganti rugi sebesar Rp 30 juta,
-
Orang tua Regi diminta untuk meminta maaf,
-
Bahkan diminta merekan video permintaan maaf bersama anaknya,
-
Tuntutan tersebut dinilai sebagai syarat agar perkara diselesaikan di luar proses hukum.
Fakta ini dibeberkan langsung oleh orang tua Regi kepada Celebes Post.
Orang tua Regi berkata:
“Yang wajar-wajar saja. Saya disuruh minta maaf, disuruh videokan diri saya dan anak saya, lalu diminta ganti rugi 30 juta. Itu sudah tidak masuk akal.”
Keluarga Regi menolak tuntutan tersebut karena dianggap tidak proporsional, apalagi mengingat:
✔ Regi masih anak di bawah umur,
✔ RF adalah pihak yang berusia 23 tahun,
✔ Laporan balik Regi sebagai korban juga telah masuk ke Unit PPA,
✔ Proses hukum terhadap anak wajib mengikuti UU SPPA, bukan transaksi uang.
Gagalnya diversi BAPAS memperlihatkan bahwa permasalahan bukan pada keluarga Regi, melainkan pada ketidakmasukakalan tuntutan pihak RF, sehingga restorasi keadilan tidak bisa tercapai.
FAKTA 2: Anak Dipaksa Jadi Pelaku, Sementara Pelaku Dewasa Baru Dipanggil Setelah Publik Ribut
Polres Gowa lebih dulu menangkap dan menetapkan Regi sebagai pelaku atas “kasus lama”, sementara RF yang diduga memukul Regi baru dipanggil setelah kasus ini menjadi konsumsi publik.
Proses tidak seimbang ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa kasus ini menjadi sorotan nasional.
FAKTA 3: Ancaman Pasal 221 Kepada Keluarga — Tapi Penyidik Justru Molor Dua Jam
Dalam surat pernyataan yang dibuat atas perintah Kanit Tipidum, keluarga diwajibkan menyerahkan Regi ke Kejaksaan Negeri Gowa pada:
24 November 2025, pukul 09.00 WITA
Namun temuan investigasi menunjukkan:
-
Keluarga datang lebih awal: pukul 08.30 WITA,
-
Penyidik pidum justru belum siap,
-
Proses penyerahan baru berjalan sekitar pukul 11.00 WITA,
-
Tanpa penjelasan profesional yang jelas,
-
Sementara keluarga sebelumnya ditakut-takuti lewat WhatsApp, bahwa jika terlambat bisa dikenakan Pasal 221 KUHP.
![]() |
| Dokumentasi Screenshot Celebes Post |
Ketua Shelter Warga Parang Tambung, M. Yusri Maliang, S.H., menyatakan:
“Kami datang lebih cepat, tapi pihak polres justru menunda. Profesionalisme hanya di mulut. Kami ditekan Pasal 221, tapi mereka sendiri yang molor dua jam. Ini bukan prosedur, ini pelecehan.”
FAKTA 4: Penyidik Pidum Tetap Bungkam — 8 Kali Dihubungi Tidak Pernah Menjawab
Celebes Post telah berulang kali menghubungi penyidik pidum untuk mengklarifikasi temuan-temuan ini.
Hasilnya:
-
Telepon: 8 kali, tidak dijawab,
-
WhatsApp: dibaca, tidak dibalas,
-
Permintaan resmi: diabaikan.
Kontak M. Yusri Maliang: Di Blokir
Keheningan seragam ini menimbulkan dugaan bahwa ada proses yang tidak ingin dibuka ke ruang publik.
FAKTA 5: Pendamping Hukum Regi Menyebut Ada Pelanggaran Hak Anak Secara Terang-terangan
Pendamping hukum Regi, Aswandi Hijrah S.H., M.H., menegaskan:
“Diversi gagal bukan karena pihak anak. Gagal karena ada tuntutan uang 30 juta. Lalu anak 14 tahun dipaksa jadi pelaku terhadap orang yang berusia 23 tahun. Ini pelanggaran telanjang terhadap UU SPPA.”
FAKTA 6: Pihak Sekolah Mendukung Regi — Pendidikan Tidak Boleh Terganggu
Pada 25 November 2025, wali kelas Regi di SMA Negeri 20 Makassar memberikan harapan besar untuk masa depan pendidikan Regi.
“Kami berharap proses hukum ini segera selesai agar Regi bisa kembali belajar. Kami siap mendukung dalam bentuk apa pun demi pemulihan dan keberlanjutan pendidikannya.”
PENUTUP INVESTIGASI: Pertanyaan yang Kini Makin Menguat
-
Mengapa anak 14 tahun lebih cepat diproses dibanding pelaku dewasa 23 tahun?
-
Mengapa diversi gagal akibat tuntutan uang, bukan karena pihak anak?
-
Mengapa keluarga diancam Pasal 221, padahal penyidik sendiri yang lalai waktu?
-
Mengapa penyidik bungkam total?
-
Apakah ada tekanan, kepentingan, atau arah tertentu dalam kasus ini?
-
Siapa yang berkepentingan menjadikan Regi sebagai “pelaku”?
-
Mengapa UU SPPA dan UU Perlindungan Anak tidak dijalankan?
Kasus Regi kini menjadi barometer nasional terkait bagaimana aparat memperlakukan anak berhadapan dengan hukum.
Celebes Post berkomitmen untuk:
-
Mengawal kasus ini hingga selesai,
-
Mengungkap fakta yang tidak terlihat,
-
Melawan ketidakadilan,
-
Serta memastikan bahwa anak Indonesia tidak menjadi korban kriminalisasi struktural.
MDS – CELEBES POST INVESTIGASI

