Notification

×

Iklan

Iklan

Teror di Jalan Bromo! Wartawan Dihina, Dicaci, dan Diintimidasi Saat Meliput Penjualan Bayi – Kebebasan Pers Dilecehkan Secara Brutal!

Kamis, 25 September 2025 | September 25, 2025 WIB Last Updated 2025-09-24T17:48:11Z
Kondisi Lokasi Penjualan Bayi


Medan, Celebes PostKebebasan pers kembali diinjak-injak dengan cara yang paling memalukan. Dua wartawan, Rahmadsyah dan Nezza Syafitri, menjadi korban penghinaan dan intimidasi saat menjalankan tugas mulianya meliput kasus dugaan penjualan bayi serta praktik aborsi ilegal di Jalan Bromo Gang Sentosa, Kecamatan Medan Area.


Alih-alih dihormati sebagai pilar demokrasi, keduanya justru diperlakukan dengan hinaan tak beradab. Rahmadsyah dimaki dengan kata-kata kotor “kemaluan laki-laki”, sementara Nezza Syafitri dilecehkan dengan sebutan keji “lonte”. Ucapan biadab itu dilontarkan oleh seorang pria bernama Wenti alias Pipit, diduga atas provokasi seorang perempuan bernama Yuliana yang juga berada di lokasi.


Adegan intimidasi itu bagaikan drama suram yang menampar wajah kebebasan pers Indonesia. Bagaimana mungkin wartawan, yang seharusnya dilindungi undang-undang, justru dipermalukan di depan umum hanya karena sedang menjalankan profesinya demi kepentingan publik?




Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menjamin hak wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi tanpa hambatan. Pasal 4 dan Pasal 18 undang-undang tersebut jelas dilanggar. Lebih jauh, tindakan penghinaan ini juga memenuhi unsur pidana dalam Pasal 335 KUHP terkait pengancaman dan perbuatan tidak menyenangkan.


“Ini bukan sekadar penghinaan biasa. Ini bentuk kekerasan verbal yang mencederai martabat profesi wartawan sekaligus menghina hak publik untuk mendapatkan informasi. Jika dibiarkan, maka demokrasi kita akan berjalan di tepi jurang,” ungkap seorang pemerhati kebebasan pers di Medan dengan nada geram.


Intimidasi terhadap wartawan adalah bentuk pembungkaman informasi. Setiap kata makian yang dilontarkan kepada jurnalis sejatinya adalah serangan kepada masyarakat luas yang haus akan kebenaran. Dalam konteks ini, hinaan “lonte” dan “kemaluan laki-laki” bukan hanya menyerang individu, tetapi juga menginjak harga diri profesi pers di negeri ini.


Kini bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Apakah mereka berani menegakkan hukum sesuai amanat UU Pers, atau justru membiarkan pelecehan ini menjadi preseden kelam yang menggerogoti demokrasi?


Wartawan bukan musuh. Wartawan adalah mata dan telinga rakyat. Menghina mereka sama saja dengan merendahkan seluruh masyarakat. Kasus ini harus diusut tuntas, pelaku harus ditindak tegas, dan negara wajib memastikan tidak ada lagi intimidasi terhadap jurnalis di lapangan.



Redaksi - Celebes Post 

Berita Video

×
Berita Terbaru Update