Notification

×

Iklan

Iklan

Law Firm Keadilan Insan Nusantara Bongkar Dugaan Mafia Administrasi di Balik Perubahan Peta Blok PBB Kassi-Kassi

Sabtu, 08 November 2025 | November 08, 2025 WIB Last Updated 2025-11-08T11:06:03Z
Dokumentasi Celebes Post 


CELEBES POST, Makassar — Law Firm Keadilan Insan Nusantara (KIN) mengungkap dugaan kuat adanya praktik mafia administrasi dalam perubahan data Peta Blok Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2024 di wilayah Kelurahan Kassi-Kassi, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.


Perubahan data yang terjadi secara diam-diam tersebut dinilai sebagai upaya sistematis untuk merampas hak kepemilikan tanah bersertifikat milik warga.


Perubahan Data PBB yang Tak Wajar


Dalam hasil penelusuran hukum yang dilakukan oleh KIN, sejumlah bidang tanah warga yang sebelumnya tercatat resmi dalam peta blok lama kini ditemukan berpindah blok dan berubah nama wajib pajak pada sistem terbaru milik Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Makassar.


Salah satu kasus yang disorot adalah bidang tanah bersertifikat Hak Milik Nomor 22181/Kassi-Kassi, yang secara sah telah dihibahkan kepada Fahmi Hafid.
Namun, pada sistem PBB tahun 2024, objek pajak tersebut tak lagi sesuai dengan data sebelumnya dan telah berpindah blok tanpa dasar hukum yang jelas.


Dokumentasi Celebes Post 

Dokumentasi Celebes Post 


“Kami menemukan indikasi kuat adanya rekayasa administratif yang disengaja untuk menggeser kewenangan atas data pajak tanah bersertifikat. Ini bukan kesalahan teknis, tetapi pelanggaran administratif serius,”
tegas Advokat Aswandi Hijrah, kuasa hukum penerima hibah, dalam keterangannya kepada media, Sabtu (8/11).

 

 Bukti dan Langkah Hukum


Sebagai bentuk keberatan resmi, Law Firm KIN telah melayangkan surat ke Bapenda Kota Makassar yang berisi permintaan untuk:


  1. Memblokir sementara data PBB terhadap objek tanah yang disengketakan;

  2. Menyesuaikan ulang data PBB berdasarkan data pertanahan resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).


Surat keberatan tersebut turut disertai sejumlah bukti otentik, antara lain:


  • Sertifikat Hak Milik No. 22181/Kassi-Kassi,

  • Akta Hibah yang sah secara hukum,

  • Bukti tangkapan layar dari aplikasi “Sentuh Tanahku” milik Kementerian ATR/BPN.


Pelanggaran Hukum dan Indikasi Maladministrasi

Menurut KIN, perubahan data yang tidak mengacu pada BPN merupakan pelanggaran terhadap Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.


Aturan tersebut secara tegas mewajibkan sinkronisasi antara data fiskal daerah dan data yuridis pertanahan.


“Apabila perubahan dilakukan tanpa dasar hukum dari BPN, maka hal tersebut berpotensi menjadi delik penyalahgunaan wewenang (Pasal 421 KUHP) dan pemalsuan dokumen elektronik (Pasal 263 KUHP juncto UU ITE),”jelas Aswandi Hijrah.

 

Lebih lanjut, KIN menemukan bahwa akibat perubahan data tersebut, sistem Kementerian ATR/BPN Pusat secara otomatis melakukan blokir data karena mendeteksi ketidaksesuaian antara data pajak dan sertifikat.


Padahal, laporan polisi yang menjadi dasar blokir telah dicabut, dan pelapor diketahui berdomisili di Yogyakarta serta dalam kondisi sakit.


Langkah Audit dan Upaya Hukum Lanjutan


Sebagai bentuk tindak lanjut, Law Firm KIN telah menyiapkan langkah hukum lanjutan berupa:


  • Permohonan audit forensik data kepada Direktorat Jenderal Survei, Pemetaan, dan Tata Ruang Kementerian ATR/BPN,

  • Laporan resmi ke aparat penegak hukum (APH) apabila ditemukan unsur pidana dalam perubahan data tersebut.

“Kami hanya menuntut keadilan administratif yang transparan. Negara tidak boleh membiarkan data rakyat dipermainkan oleh oknum yang memiliki akses terhadap sistem,”
tambah Aswandi Hijrah.

 

Seruan untuk Pemerintah Daerah dan Pusat


Law Firm KIN menyerukan kepada Pemerintah Kota Makassar, Bapenda, serta Kementerian ATR/BPN untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan perubahan data peta blok PBB di wilayah Kassi-Kassi.
Kasus ini dinilai sebagai preseden berbahaya bagi integritas tata kelola pertanahan digital di Indonesia.


“Jika sistem negara bisa digunakan untuk menghapus hak tanah bersertifikat warga, maka yang terhapus bukan hanya data, tetapi martabat hukum itu sendiri,” tutup Aswandi Hijrah.



 

 CELEBES POST | Redaksi Investigasi

Berita Video

×
Berita Terbaru Update