Notification

×

Iklan

Iklan

Empat Terdakwa Kasus Kapal TBM Ajukan Pembebasan, Pembelaan Zantos Tekankan Tidak Ada Unsur Pidana

Kamis, 11 Desember 2025 | Desember 11, 2025 WIB Last Updated 2025-12-11T02:30:17Z

Ruang Persidangan

CELEBES POST, SIDOARJO – Empat dari tujuh terdakwa perkara dugaan korupsi pembangunan kapal Taman Bahari Majapahit (TBM) Kota Mojokerto kompak mengajukan pembebasan dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam sidang pledoi di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo, Senin (9/12), para terdakwa menegaskan bahwa tidak ada unsur pidana sebagaimana dakwaan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang dapat dilekatkan kepada mereka.


Salah satu sorotan utama pledoi tersebut datang dari Zantos Sebaya, eks Kabid Penataan Ruang, Bangunan, dan Bina Konstruksi DPUPR Perakim Kota Mojokerto. Melalui kuasa hukumnya, Muhammad Nur Rakhmad, Zantos menegaskan bahwa posisinya sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) bersifat administratif dan tidak memiliki kewenangan substantif yang dapat menimbulkan akibat hukum pidana.


Pembelaan Zantos: Kewenangan Ada pada PPK, Tanda Tangan Bersifat Administratif


Dalam nota pembelaan, tim hukum Zantos menekankan bahwa berdasarkan keterangan ahli BPKP, kesalahan yang dilakukan terdakwa hanya bersifat administratif dan sanksinya semestinya administratif pula sepanjang proyek masih berfungsi. Sementara seluruh kewenangan pengambilan keputusan berada pada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yakni Yustian Suhandinata.


“Terdakwa Zantos berkedudukan sebagai PPTK dengan kewenangan administratif semata. Tidak ada niat jahat, tidak ada keuntungan pribadi, dan tidak ada kerugian negara yang disebabkan langsung olehnya,” ujar Rakhmad dalam persidangan.


Didukung Asas Fundamental Hukum Pidana


Pledoi Zantos didasarkan pada prinsip-prinsip hukum pidana, antara lain:


Asas Legalitas – Tidak ada aturan pidana yang mengkriminalkan tanda tangan administratif.


Asas Kesalahan – Tidak ada pidana tanpa kesalahan; Zantos tidak memiliki kewajiban hukum mencegah akibat yang dituduhkan.


Asas Individualisasi Pertanggungjawaban – Kesalahan pejabat berwenang tidak dapat dibebankan kepada staf administratif.


Asas Kausalitas – Tidak ada hubungan sebab akibat antara tanda tangan Zantos dengan kerugian negara.


Asas Ultimum Remedium – Pelanggaran administratif tidak boleh langsung dijerat pidana.


Mens Rea & Actus Reus – Tidak terbukti adanya niat jahat maupun perbuatan yang menyebabkan kerugian negara.


Menurut penasihat hukum, jika pun terdapat kekeliruan administratif, hal itu terjadi bukan karena niat jahat, melainkan akibat informasi yang tidak utuh dari PPK dan rangkaian administrasi proyek yang dikendalikan pejabat berwenang.


Yurisprudensi Penguat Pembelaan


Tim hukum Zantos memaparkan sejumlah yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan pengadilan Tipikor yang menegaskan:


Tanda tangan administratif tidak dapat dijadikan dasar pemidanaan tanpa bukti niat jahat (MA No. 544 K/Pid/2020).


Kerugian negara harus berasal dari perbuatan langsung terdakwa sendiri (MA No. 1555 K/Pid.Sus/2012).


Pegawai pelaksana tanpa kewenangan substantif tidak dapat dipidana (MA No. 1037 K/Pid.Sus/2014).


Tanggung jawab pidana bersifat individual, bukan kolektif (MA No. 103 K/Pid.Sus/2010).


Kesalahan administratif tidak boleh dijerat pidana sesuai asas ultimum remedium (PN Bandung No. 45/2019).


Tanda tangan administratif tidak berdampak pada pencairan anggaran tanpa kewenangan PPK (Tipikor PN Surabaya No. 17/2021).


Seluruh jurisprudensi tersebut, menurut tim hukum, menunjukkan bahwa unsur Pasal 3 UU Tipikor tidak terpenuhi pada diri Zantos.


Pasal KUHAP yang Dinilai Memperkuat Permohonan Bebas


Pembela juga meminta majelis hakim mempertimbangkan:


Pasal 183 KUHAP – Tidak ada dua alat bukti sah yang mengaitkan tindakan Zantos dengan kerugian negara.


Pasal 184 KUHAP – Tidak ada keterangan ahli atau bukti surat yang membuktikan hubungan kausal perbuatannya.


Pasal 191 ayat (1)–(2) KUHAP – Jika perbuatan terbukti tetapi bukan tindak pidana, terdakwa harus diputus bebas atau lepas dari tuntutan hukum.


Pasal 197 KUHAP – Putusan harus berdasar pertimbangan hukum yang jelas, termasuk asas legalitas dan asas kesalahan.


Zantos Menilai Dirinya Dijadikan Kambing Hitam


Dalam pledoinya, Zantos juga menegaskan bahwa dirinya justru menjadi pihak yang dirugikan karena rangkaian tindakan PPK yang, menurutnya, tidak melakukan pembimbingan dan bahkan menyembunyikan kondisi teknis proyek.


“Terdakwa hanyalah menjalankan tugas administratif. Jika ada kekeliruan, hal itu bersifat culpa, bukan kesengajaan. Justru terdakwa menjadi korban dari rangkaian tindakan pejabat berwenang,” tegas penasihat hukum.


Terdakwa Lain Juga Ajukan Pledoi Bebas


Selain Zantos, tiga terdakwa lain—Mokhamad Kudori, Cholik Idris, dan Nugroho alias Putut—juga mengajukan pembebasan. Mereka menilai pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak bisa diterapkan karena bukan aparatur negara serta mengklaim pekerjaan telah selesai, bahkan kerugian negara Rp 19 juta telah dikembalikan.


Majelis Hakim Minta Jaksa Merespon Tertulis


Majelis hakim yang diketuai I Made Yuliada meminta JPU menanggapi seluruh pledoi secara tertulis pada sidang berikutnya, 12 Desember 2024.


Sidang dipercepat karena berdekatan dengan libur Natal dan Tahun Baru.



@mmt/mds

Banner Utama

coklat-inspirasi-berita-baru-instagram-post-20241022-060924-0000
×
Berita Terbaru Update