![]() |
| SPBU 74.922.01 |
CELEBES POST ,TAKALAR — Ketika antrean kendaraan mengular di siang hari dan sebagian besar sopir pulang dengan tangki nyaris kosong, aktivitas berbeda justru berlangsung selepas matahari terbenam di SPBU Kalappo, Kelurahan Mangadu, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Solar subsidi yang langka bagi publik, diduga mengalir lancar ke jerigen-jerigen pada malam hari.
SPBU bernomor 74.922.01 itu kini menjadi sorotan setelah tim investigasi media menemukan indikasi kuat adanya pengalihan BBM subsidi secara terstruktur. Dugaan tersebut mengarah pada manajer operasional berinisial A, yang disebut-sebut memiliki peran sentral dalam mengatur distribusi solar di luar peruntukannya.
Malam yang Sibuk di SPBU yang “Kehabisan” Solar
Pada Selasa malam, 15 Desember 2025, sekitar pukul 21.00 WITA, situasi di SPBU Kalappo jauh dari kesan lengang. Di bawah pencahayaan terbatas, puluhan jerigen tampak berjejer di dekat nosel solar. Operator SPBU melayani pengisian jerigen tersebut secara bergantian.
Setelah terisi, jerigen diangkut menggunakan sepeda motor, satu per satu, menuju lokasi yang belum diketahui. Aktivitas ini berlangsung berulang hingga mendekati tengah malam.
Pola pengangkutan menggunakan motor bolak-balik bukan hal baru dalam praktik penimbunan BBM. Skema ini kerap dipilih karena relatif luput dari pengawasan dan mudah menyamarkan volume distribusi.
Ironisnya, pada jam operasional siang hari, SPBU yang sama kerap menyatakan stok solar habis.
“Siang dibilang kosong, malam justru ramai. Ini bukan kebetulan,” ujar seorang warga sekitar yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Peran Manajer dan Pertanyaan tentang Pengawasan
Dalam struktur pengelolaan SPBU, pengisian BBM ke jerigen tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan pengelola. Hal inilah yang membuat nama manajer operasional berinisial A mencuat dalam dugaan ini.
Sejumlah warga menyebut, praktik pengisian jerigen di SPBU Kalappo bukan kejadian sporadis, melainkan berulang dan terkesan terorganisir. Operator bekerja tanpa hambatan berarti, seolah aktivitas tersebut telah menjadi rutinitas.
Saat tim mencoba melakukan pengamatan lebih dekat, beberapa individu di area SPBU terlihat gelisah dan menghentikan sementara aktivitas, menimbulkan kesan adanya sesuatu yang disembunyikan.
Hingga berita ini disusun, belum ada keterangan resmi dari manajemen SPBU Kalappo maupun manajer yang disebut-sebut terlibat.
Solar Subsidi dan Rantai Bisnis Gelap
Solar subsidi merupakan komoditas strategis. Pemerintah menggelontorkan anggaran besar agar sektor transportasi, nelayan, petani, dan UMKM dapat bertahan. Namun di lapangan, selisih harga antara solar subsidi dan non-subsidi membuka ruang bisnis gelap yang menggiurkan.
Solar yang dibeli dengan harga subsidi diduga dijual kembali melalui pengecer ilegal dengan harga jauh lebih tinggi. Keuntungan berlipat inilah yang membuat praktik penimbunan sulit diberantas, meski keluhan publik terus bermunculan.
Akibatnya nyata: distribusi terganggu, biaya logistik naik, dan beban ekonomi kembali jatuh ke pundak masyarakat kecil.
Ancaman Hukum yang Jarang Menyentuh Aktor Utama
Secara hukum, praktik ini bukan perkara ringan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur ancaman pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar bagi pelaku penyalahgunaan BBM subsidi.
Namun, penindakan kerap berhenti pada pelaku lapangan. Pengelola dan aktor pengendali distribusi jarang tersentuh, meski peran mereka menentukan.
“Selama yang disentuh hanya operator atau pembeli kecil, praktik ini akan terus berulang,” ujar seorang pemerhati kebijakan energi di Sulawesi Selatan sekaligus Ketua LAW FIRM INSAN NUSANTARA Aswandi Hijrah., S.H., M.H.
Menunggu Negara Hadir
Kasus SPBU Kalappo menambah daftar panjang persoalan distribusi BBM subsidi di daerah. Publik kini menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum, BPH Migas, dan Pertamina untuk menelusuri alur distribusi, memeriksa log transaksi, dan membuka siapa sebenarnya yang diuntungkan.
Lebih dari sekadar pelanggaran SPBU, perkara ini menyentuh pertanyaan mendasar: apakah subsidi negara benar-benar sampai ke rakyat, atau justru bocor di tingkat pengelola?p
Jawaban atas pertanyaan itu kini berada di tangan aparat. Dan publik, seperti biasa, hanya bisa menunggu—sambil terus mengantre solar.
Pewarta: Tim Investigasi

