![]() |
| Dokumentasi Celebes Post (PJI) |
CELEBES POST — SURABAYA. Menjelang pergantian tahun 2025, Kota Surabaya memilih bersuara jernih. Ribuan warga dari berbagai latar belakang menyatakan sikap tegas: premanisme tidak lagi diberi ruang hidup di Kota Pahlawan.
Sekitar 2.800 warga yang terdiri atas tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pemuka agama, komunitas, pengemudi ojek daring, hingga ASN Pemkot Surabaya, berkumpul di halaman Balai Kota Surabaya, Selasa (31/12/2025). Dalam momentum bertajuk Deklarasi Surabaya Bersatu, seluruh elemen masyarakat bersama Pemerintah Kota Surabaya serta jajaran Forkopimda Plus menegaskan komitmen menjaga keamanan, ketertiban, dan harmoni kota.
Ikrar tersebut dipimpin 27 Kepala Suku yang tergabung dalam Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Surabaya. Saat para kepala suku berdiri sejajar memimpin pembacaan deklarasi, pesan yang lahir bukan sekadar simbolik. Ini legitimasi sosial lintas identitas bahwa semua suku, agama, dan kelompok berdiri di barisan yang sama: menolak premanisme.
Isi Deklarasi: Tegas Menolak, Berani Melapor
Isi deklarasi menegaskan enam komitmen, mulai dari menolak segala bentuk pemerasan dan kekerasan, menjunjung tinggi hukum, menjaga keamanan secara gotong royong, tidak melindungi pelaku intimidasi, hingga berani melaporkan praktik premanisme kepada pihak berwenang serta mendukung penuh langkah hukum pemerintah.
Deklarasi tersebut juga disertai doa lintas agama — sebagai pengingat bahwa keamanan bukan semata urusan penindakan, namun juga kesadaran moral, spiritual, dan kemanusiaan bersama.
Aparat Tegaskan: Tidak Ada Negosiasi dengan Preman
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol. Luthfie Sulistiawan, menegaskan sikap tanpa kompromi terhadap pelaku premanisme.
“Pelaku perusakan, kerusuhan, anarkisme, main hakim sendiri, maupun eksekusi sepihak akan ditangkap dan diproses hukum sampai tuntas. Tidak ada penangguhan. Tidak ada negosiasi,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menekankan bahwa Satgas Anti Preman telah dibentuk dan siap bertindak cepat.
“Korban intimidasi harus melawan. Laporkan hari itu juga. Pelaku akan kami ambil saat itu juga dan diproses hukum,” ujarnya mantap.
Peran Pers Ditekankan: Jangan Biarkan Premanisme Hidup karena Pembiaran
Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI), Hartanto Boechori, menyampaikan pesan yang menohok. Menurutnya, premanisme tidak selalu soal pelaku di jalanan, tetapi sering kali tumbuh karena pembiaran.
“Premanisme bukan hanya soal pelaku di jalanan. Ia hidup karena dibisukan, dilindungi, atau dibiarkan. Di titik inilah Pers dan masyarakat harus berdiri paling depan,” tegasnya.
Hartanto berharap deklarasi ini menjadi garis batas sosial dan moral, bukan sekadar janji seremonial.
“Saya harap Surabaya hari ini tidak sekadar membuat janji, melainkan menetapkan garis tegas: tidak ada lagi ruang bagi premanisme di Kota Pahlawan,” ujarnya.
Lebih jauh, Hartanto menegaskan komitmen PJI untuk mengawal Satgas Anti Preman secara kritis dan independen, sekaligus membuka ruang publik bagi korban intimidasi untuk bersuara.
“Jika negara sudah hadir, maka rakyat tidak boleh takut. Jika rakyat sudah berani, maka premanisme pasti kalah.”
Bukan Sekadar Deklarasi — Ini Gerakan Sosial
Deklarasi Surabaya Bersatu bukan sekadar kerumunan massa, melainkan pernyataan sikap kolektif bahwa keamanan kota adalah tanggung jawab yang dipikul bersama. Pemerintah hadir, aparat bertindak, masyarakat bersatu.
Dengan demikian, Surabaya mengirim pesan jelas menjelang tahun baru: harmoni harus dirawat, intimidasi harus dilawan, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Dan mulai hari ini, Surabaya menetapkan garis batasnya — premanisme tidak lagi punya tempat di Kota Pahlawan.
Ketua Umum PJI Hartanto Boechori
CELEBES POST

