Notification

×

Iklan

Iklan

Tambang Aceh di Persimpangan Jalan: Forbina Serukan Pengawalan Publik, Dukung PT Magellanic Jika Patuh, Cabut Jika Membandel

Selasa, 27 Mei 2025 | Mei 27, 2025 WIB Last Updated 2025-05-27T12:51:31Z
Muhammad Nur, S.H., 


Celebes Post Banda Aceh, — Di tengah aroma sumber daya alam yang kaya, Aceh kembali dihadapkan pada dilema klasik: tambang sebagai berkah atau kutukan. Polemik izin tambang emas PT. Magellanic Garuda Kencana menjadi contoh nyata bagaimana kekayaan alam dapat memantik silang pendapat — antara harapan pembangunan dan kekhawatiran kerusakan lingkungan.


Namun di balik hiruk-pikuk itu, suara tegas datang dari Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina). Lembaga ini tak ingin publik hanya menjadi penonton pasif, apalagi terpancing narasi negatif yang belum tentu berdasar.


“Jangan biarkan isu tambang dibajak oleh kepentingan sesaat. Ini bukan hanya soal izin, tapi soal masa depan Aceh,” tegas Muhammad Nur, S.H., Direktur Forbina.

 

Satu Perusahaan, Banyak Kepentingan


PT. Magellanic Garuda Kencana, pemegang IUP Operasi Produksi emas di lahan seluas 3.250 hektar di Aceh Barat, sempat kehilangan izinnya pada tahun 2022. BKPM RI mencabut izin delapan perusahaan tambang di Aceh, termasuk Magellanic, dalam upaya penertiban nasional. Namun, Pemerintah Aceh bereaksi cepat — menyurati pemerintah pusat dan menegaskan: Aceh punya kekhususan dalam pengelolaan Minerba, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).


Langkah ini, menurut Forbina, bukan sekadar birokrasi, melainkan bentuk nyata menjaga marwah otonomi Aceh.


“Kita tidak boleh diam ketika kewenangan daerah dilangkahi. Aceh punya hak konstitusional,” ujar Muhammad Nur.

 

Antara Itikad Baik dan Sanksi Tegas


Kini, PT. Magellanic masuk dalam daftar perusahaan yang diminta segera memenuhi kewajiban administratif dan teknis. Menurut Forbina, perusahaan ini menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Tapi, Muhammad Nur menegaskan: toleransi bukan tanpa batas.


“Kalau mereka serius, kita dukung. Tapi jika terus membandel dan tak taat aturan, izinnya harus dicabut. Hukum harus ditegakkan, tanpa pilih kasih,” katanya.

 

Tambang Rakyat: Dilema di Lapisan Akar Rumput


Persoalan tak berhenti di tataran korporasi. Tambang rakyat tanpa izin pun marak, bahkan masuk ke dalam wilayah IUP perusahaan resmi. Banyak masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari kegiatan tambang tradisional, namun berisiko dikriminalisasi karena tak memiliki legalitas.


Forbina mendesak solusi konkret, bukan penindakan buta. Pemerintah Aceh saat ini tengah menyusun Qanun Pertambangan Rakyat sebagai payung hukum agar tambang rakyat bisa dilegalkan secara bertahap.


“Rakyat harus dilindungi, bukan dijadikan korban. Tapi aturan tetap perlu agar keselamatan dan lingkungan terjaga,” ujar Muhammad Nur.

 

Bersama Kawal Tambang, Hindari Konflik Sosial


Narasi tentang tambang memang mudah dipelintir: antara keuntungan investor, kecurigaan masyarakat, dan ketegasan pemerintah. Forbina melihat ini sebagai titik rawan konflik jika tidak ada transparansi dan partisipasi bersama.


“Transparansi dan komunikasi terbuka harus jadi pondasi. Perusahaan wajib membuka diri, masyarakat wajib diajak bicara. Jangan ada lagi tambang yang jadi sumber petaka,” ucap Muhammad Nur, serius.

 

Penutup: Mewujudkan Tambang yang Berkah


Di tengah tarik-ulur kepentingan, satu hal yang pasti: pengelolaan tambang di Aceh butuh komitmen kolektif. Tidak bisa hanya diserahkan ke meja penguasa atau ke ruang rapat perusahaan.


Forbina mengajak semua pihak — pemerintah, masyarakat, penegak hukum, dan korporasi — untuk ikut serta mengawal proses ini secara adil dan terbuka.


“Kalau tambang dikelola dengan jujur dan adil, dia akan jadi berkah. Tapi jika dibiarkan tanpa pengawasan, dia bisa jadi kutukan. Pilihannya ada di tangan kita semua,” pungkas Muhammad Nur.


 


Reporter: MRM
Media: Celebes Post
Lokasi: Banda Aceh
Tanggal: 27 Mei 2025



Berita Video

×
Berita Terbaru Update