Celebes Post Makassar, Sulsel - Kasus sengketa lahan yang menimpa Ishak Hamzah Bin Hamzah Daeng Taba mengguncang publik. Pasalnya, lahan warisan yang telah dinyatakan sah miliknya melalui putusan pengadilan yang inkrah, diduga diserobot menggunakan surat dari Irwasda Polda Sulsel. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah selembar surat internal polisi bisa mengalahkan putusan hakim? Jum'at, 27/06/2025 Kota Makassar.
" Ini bukan sekadar penyerobotan lahan biasa. Ini bentuk pelecehan terhadap sistem peradilan, " Tegas Andis, SH, kuasa hukum Ishak, saat di temui awak media di salah satu Warkop di Jalan Tinumbu Makassar.
Peristiwa ini bermula pada Desember 2021, saat Hj. Wafiah Sahrir melaporkan Ishak atas dugaan pelanggaran Pasal 167 KUHP (memasuki pekarangan tanpa izin). Namun alih-alih diproses secara objektif, laporan tersebut justru berkembang dengan berbagai kejanggalan yang diduga kuat mengarah pada kriminalisasi.
Tim hukum Ishak menemukan bahwa penyidik menjadikan salinan Buku F dari kelurahan/kecamatan sebagai bukti kuat—padahal secara hukum, salinan atau fotokopi tidak memiliki kekuatan pembuktian tanpa dokumen asli.
Pada tahun 2022, tuduhan terhadap Ishak tiba-tiba berubah menjadi pemalsuan dokumen (Pasal 263 ayat 2 KUHP). Namun dalam gelar perkara, alat bukti yang dijadikan dasar justru tidak ditemukan pada Ishak, melainkan pada H. Rahmad alias Beddu, saksi pelapor yang sebelumnya malah pernah dilaporkan Ishak pada 2012 dan 2019 atas dugaan penggelapan surat tanah.
Situasi semakin janggal ketika Hj. Wafiah tiba-tiba mengklaim lahan yang dikuasai Ishak dengan menggunakan surat dari Irwasda Polda Sulsel. Tanah itu bahkan dirusak meski sudah ada putusan pengadilan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard), yang secara hukum mengembalikan objek ke posisi semula: dikuasai oleh penggugat, yakni Ishak.
“ Putusan pengadilan adalah produk konstitusi. Tidak bisa dibatalkan oleh surat internal polisi. Ini bentuk pembangkangan terhadap hukum, " Ujar Andis dengan nada keras.
Pada 24 Juni 2025 pukul 00.28 Wita, Ishak bersama tim hukum mendatangi SPKT Polda Sulsel untuk melaporkan dugaan penyerobotan dan pengrusakan lahan. Mereka juga telah melaporkan perkara ini ke Propam Polda Sulsel, serta menyiapkan pengaduan ke Kompolnas, Ombudsman RI, dan Komnas HAM.
Bagi Ishak, ini bukan hanya soal mempertahankan hak atas tanah, tetapi soal harga diri, keadilan, dan martabat rakyat kecil yang sering kali dikorbankan oleh permainan hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas.
" Kalau hukum bisa dibeli dan dimanipulasi, kita semua dalam bahaya. Hari ini saya, besok bisa siapa pun, " Ujar Ishak.
Kasus ini jadi alarm bahaya bagi aparat penegak hukum: ketika surat internal dijadikan senjata untuk melawan putusan hakim, maka hukum bukan lagi alat keadilan, melainkan alat kekuasaan. Dan itu, berbahaya bagi negara hukum. (*411U).
Sumber : Tim Kuasa Hukum Ishak Hamza.