![]() |
Ilustrasi Seragam Sekolah |
Celebes Post, Takalar, Sulsel — Dunia pendidikan di Kabupaten Takalar kembali tercoreng. Kurang dari setahun masa kepemimpinan Bupati H. Mohammad Firdaus Daeng Manye dan Wakil Bupati H. Hengky Yasin (DM-HHY), publik sudah dihadapkan pada dugaan praktik jual-beli seragam sekolah di sejumlah SMP negeri.
Dugaan tersebut menyeruak setelah muncul keluhan dari sejumlah orang tua siswa baru yang merasa diarahkan untuk membeli paket seragam dari pihak sekolah ataupun toko tertentu yang ditunjuk. Dua sekolah yang menjadi sorotan adalah SMP Negeri 1 Polongbangkeng Utara (Polut) dan SMP Negeri 2 Mappakasunggu (Mapsu).
Harga Tinggi, Orang Tua Keberatan
Salah satu wali murid SMPN 2 Mappakasunggu mengungkapkan, dirinya diminta membayar sekitar Rp300 ribu untuk paket seragam batik, olahraga, topi, dasi, dan atribut lainnya. "Harganya jauh lebih mahal dibanding di pasar. Ini memberatkan kami, apalagi tidak semua orang tua siswa mampu," ujarnya kepada wartawan, Kamis (24/7/2025).
Tak kalah mengejutkan, di SMPN 1 Polut, orang tua siswa diarahkan membeli seragam di Toko Andini yang berlokasi di Jalan Syamsuddin Daeng Ngerang. Harga yang dipatok lebih tinggi lagi, yakni mencapai Rp479 ribu per siswa.
"Kalau tidak ikut beli di situ, kami khawatir anak-anak kami diperlakukan berbeda oleh pihak sekolah," ungkap salah satu orang tua siswa dengan nada kecewa.
Aktivis Pemuda: Ini Komersialisasi Pendidikan!
Menanggapi persoalan ini, Aktivis Pemuda Takalar (APT), Aditya Chokas, angkat suara dan mendesak Bupati Takalar untuk segera mengambil langkah tegas dengan mengevaluasi Kepala Dinas Pendidikan serta kepala sekolah yang diduga terlibat.
“Ini jelas mencoreng semangat pendidikan yang seharusnya inklusif dan bebas biaya. Aturan melarang sekolah menjual atau mengarahkan pembelian seragam. Pemerintah harus tegas! Jangan biarkan pendidikan dijadikan ladang komersialisasi," tegas Aditya, Senin (28/7/2025).
Aditya merujuk pada Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 dan PP Nomor 17 Tahun 2010, yang melarang keras sekolah atau guru terlibat dalam penjualan atau pengadaan seragam kepada siswa. Bahkan, Ombudsman RI menyatakan bahwa praktik seperti ini tergolong pelanggaran berat yang dapat berujung pada pencopotan jabatan kepala sekolah.
Pihak Sekolah Membantah, Tapi Publik Tak Puas
Kepala SMPN 2 Mappakasunggu, Syahrir, membantah tudingan tersebut. Ia menyebut pihak sekolah hanya menyarankan siswa untuk berpakaian rapi sesuai ketentuan, tanpa ada unsur pemaksaan.
Hal serupa juga disampaikan Kepala SMPN 1 Polut, Sikati, yang mengklaim bahwa pembelian di toko rekanan hanyalah saran, bukan kewajiban. "Kami tidak memaksa. Kalau orang tua mau beli di luar, atau pakai seragam bekas kakaknya, itu tidak masalah," ujarnya.
Meski demikian, klarifikasi dari pihak sekolah tidak mampu meredam keresahan di kalangan orang tua siswa maupun publik secara luas.
Dinas Pendidikan Diduga Lepas Tangan
Kepala Dinas Pendidikan Takalar, Darwis, awalnya berjanji akan memanggil kepala sekolah terkait. Namun, dalam pernyataan terbaru, ia justru mengalihkan tanggung jawab ke bawahannya.
“Belum kami panggil. Coba konfirmasi ke Kabid GTK, beliau yang sudah pernah memanggil,” ucap Darwis saat dihubungi, Senin (28/7/2025).
Sikap ini menuai kritik karena dianggap sebagai bentuk pembiaran atas dugaan praktik menyimpang yang mengorbankan hak-hak masyarakat kecil di sektor pendidikan.
APH Diminta Bertindak: Jangan Tunggu Meledak Lebih Besar
Desakan kini datang dari berbagai elemen agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan menyelidiki dugaan praktik penjualan seragam yang dinilai melanggar hukum. Beberapa wali murid bahkan menyatakan siap membawa persoalan ini ke jalur hukum jika praktik tersebut terus dipaksakan.
"Ini bukan soal uang semata. Ini soal keadilan. Kalau praktik ini dibiarkan, pendidikan hanya akan jadi lahan bisnis para oknum," ujar salah satu wali murid lainnya.
Ujian Nyata Pemerintahan DM-HHY
Polemik ini menjadi ujian pertama bagi pemerintahan DM-HHY. Publik menanti, apakah duet kepala daerah ini akan mengambil sikap tegas dalam menegakkan aturan dan melindungi rakyat kecil, atau justru membiarkan praktik semacam ini terus berulang dari tahun ke tahun.
Catatan Redaksi:
Redaksi Celebes Post membuka kanal pengaduan untuk masyarakat yang mengalami praktik serupa di sekolah lainnya. Laporkan melalui email, WhatsApp redaksi, atau kanal aduan pemerintah setempat.
Reporter: MDS
Editor: Redaksi Celebes Post
Tanggal Publikasi: Senin, 28 Juli 2025
Lokasi: Takalar, Sulawesi Selatan