![]() |
Rizal Rahman, Latar belakang Ilustrasi kepala sekolah |
Makassar, Celebes Post – Dunia pendidikan Sulawesi Selatan kembali tercoreng. Program Pembelajaran Mata Pelajaran (Mapel) Khusus Tahun 2025 yang diluncurkan Dinas Pendidikan (Disdik) Sulsel kini menuai kecaman keras. Kegiatan ini diduga kuat menjadikan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagai “sapi perah” untuk kepentingan bisnis segelintir pejabat.
Berdasarkan data yang diperoleh Celebes Post, program ini menyasar sedikitnya 323 SMA dan SMK se-Sulsel. Setiap sekolah dipaksa mengikuti skema biaya mencurigakan:
Rp10 juta per kelas untuk jasa narasumber (40 jam × Rp250 ribu/jam).
Rp15 juta per paket untuk kegiatan Language-Math Digital Camp selama tiga hari dua malam.
Dengan hitungan sederhana, satu sekolah bisa menghabiskan dana hingga Rp45 juta hanya untuk kegiatan yang sama sekali tidak masuk dalam juknis BOS.
Skema “Bisnis Pendidikan”
Pengamat pendidikan, Rizal, menyebut program ini sarat aroma proyek.
“Ini bukan lagi pembinaan akademik, tapi bisnis terselubung. Ada keuntungan jelas dari setiap paket, dan sekolah dipaksa untuk mengikutinya,” tegas Rizal, Senin (29/9/2025).
Ia bahkan menuding program ini diprakarsai oleh Plt. GTK PITK Disdik Sulsel, Ansyar Syukur, dengan dugaan adanya fee yang mengalir ke pihak tertentu. Nama Kadisdik Sulsel, Andi Iqbal Najamuddin, juga ikut disorot karena dinilai membiarkan skema tersebut berjalan.
Kepala Sekolah Jadi Korban
Lebih ironis, kegiatan ini tidak pernah disertai Surat Keputusan (SK) resmi dari Dinas Pendidikan. Artinya, tanggung jawab hukum sepenuhnya dibebankan kepada kepala sekolah sebagai penanggung jawab BOS.
“Kalau nanti bermasalah, yang dipanggil BPK atau aparat hukum adalah kepala sekolah, bukan pejabat dinas. Mereka dipaksa menjalankan sesuatu yang bertentangan dengan aturan,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Situasi ini mengulang pola lama. Kasus serupa pernah terjadi pada program Ramadhan Mengaji, di mana banyak kepala sekolah dan bendahara sekolah dipanggil auditor karena penggunaan dana BOS yang janggal.
Potensi Pelanggaran Hukum
Dalam Permendikbud Nomor 19 Tahun 2007 dan Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022, penggunaan BOS hanya boleh untuk 13 komponen utama, termasuk pembelian buku, asesmen, kegiatan belajar, dan pemeliharaan sekolah. Tidak ada satu pun aturan yang memperbolehkan BOS dipakai membayar narasumber eksternal dengan tarif tinggi atau paket digital camp senilai belasan juta.
Pakar hukum pendidikan menilai, skema ini berpotensi masuk ke dalam tindak pidana korupsi.
“Kalau terbukti ada mark-up atau fee, ini jelas penyalahgunaan keuangan negara. Kepala sekolah bisa jadi korban pidana, sementara aktor utamanya bebas melenggang,” tegas seorang pakar hukum yang enggan disebutkan namanya.
Desakan Audit dan Tindakan Tegas
Sejumlah pemerhati pendidikan mendesak Gubernur Sulsel dan Inspektorat untuk segera melakukan audit investigatif independen. Mereka menilai program ini bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga merusak marwah pendidikan.
“Dunia pendidikan tidak boleh dijadikan ladang proyek. Jika Gubernur diam, artinya ia turut membiarkan praktik korupsi berjubah program pendidikan,” desak Rizal dengan nada keras.
Respons Kadisdik Sulsel
Ketika dikonfirmasi, Kadisdik Sulsel Andi Iqbal Najamuddin hanya memberi jawaban singkat melalui pesan WhatsApp:
“Kegiatan Pelajaran Pembimbingan Khusus Mapel sudah ada SK-nya, dan pemateri dari Alumni LPDB.”
Namun pernyataan tersebut semakin dipertanyakan, sebab sejumlah kepala sekolah mengaku tidak pernah menerima SK resmi yang dimaksud.
Ancaman “Bancakan” Pendidikan
Skandal ini memperlihatkan pola lama: dana pendidikan, yang seharusnya dipakai untuk kebutuhan siswa, justru diduga kuat dijadikan bancakan untuk proyek yang berbalut nama peningkatan kualitas belajar. Jika dibiarkan, maka bukan hanya kepala sekolah yang dikorbankan, tetapi juga masa depan generasi muda Sulawesi Selatan.
Celebes Post menegaskan: Skema ini harus segera diusut tuntas oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Aparat Penegak Hukum (APH). Jika terbukti ada pelanggaran, maka bukan hanya kepala sekolah yang harus dimintai pertanggungjawaban, tetapi juga pejabat dinas yang menjadi aktor utama di balik program ini.
MDS – Celebes Post