Notification

×

Iklan

Iklan

Proyek Revitalisasi SMPN 53 Makassar Diselimuti Dugaan Kolusi: Kepala Sekolah dan Panitia P2SP Dibidik

Selasa, 30 September 2025 | September 30, 2025 WIB Last Updated 2025-09-30T05:05:05Z
RIZAL RAHMAN (DPP LEMKIRA), ASWANDI HIJRAH (LAW FIRM KEADILAN INSAN NUSANTARA)


Makassar, Celebes Post Proyek revitalisasi SMPN 53 Makassar yang seharusnya menjadi tonggak peningkatan mutu pendidikan kini justru berubah menjadi sorotan tajam publik. Alih-alih menghadirkan suasana belajar yang lebih baik bagi siswa, pelaksanaan proyek diduga diwarnai kolusi antara Kepala Sekolah, Kusnadi Idris, dengan pihak ketiga dalam Panitia Pembangunan Sekolah (P2SP).


Aroma Kolusi dalam Proyek Pendidikan


Sejak awal proyek berjalan, sejumlah kejanggalan tercium. Penunjukan vendor dan rekanan proyek disebut tidak melalui mekanisme terbuka, melainkan terkesan berdasarkan preferensi personal.


“Nama-nama rekanan yang dipilih itu tidak asing. Mereka adalah pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan pengurus P2SP. Mekanisme tender terbuka tidak terlihat sama sekali,” ungkap seorang sumber internal yang mengetahui detail proyek namun meminta identitasnya dirahasiakan.


Indikasi lain juga menguat pada aspek pengadaan material dan jasa pelaksana proyek, di mana harga material dinilai melambung tanpa kualitas sepadan, sementara jasa pelaksana yang ditunjuk disebut bekerja tanpa standar optimal.


Papan informasi


Dalam aspek pengadaan material, sering muncul persoalan ketika hanya satu atau beberapa supplier tertentu yang selalu menjadi langganan dalam proses penyediaan. Pola seperti ini membuka ruang bagi dugaan praktik bermasalah berupa monopoli pemasok yang tidak sehat. Akibatnya, harga material cenderung tinggi karena tidak ada persaingan sehat, sementara mutu barang justru bisa rendah karena penyedia tidak merasa perlu meningkatkan kualitas. Praktik ini jelas merugikan kepentingan publik, karena anggaran yang seharusnya digunakan secara efisien justru terkuras tanpa jaminan kualitas.


Sementara itu, pada aspek jasa konsultasi maupun pelaksana proyek, masalah kerap muncul dalam bentuk penunjukan langsung tanpa seleksi yang transparan. Mekanisme ini menimbulkan dugaan adanya praktik nepotisme atau kolusi, karena peluang untuk perusahaan lain berkompetisi secara fair tertutup.


Dampaknya, kinerja pelaksana menjadi minim karena mereka tidak melalui uji kompetensi dan seleksi ketat. Selain itu, biaya proyek berpotensi membengkak, baik karena pekerjaan tidak efektif maupun adanya potensi mark-up anggaran.


Proses Pembesian

Proses Dasar 



Dengan demikian, kedua aspek ini—pengadaan material dan jasa konsultasi/pelaksana—sama-sama berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran serta menurunkan kualitas hasil pembangunan jika tidak diawasi secara ketat.


Pakar Hukum: Ada Potensi Jerat Korupsi


Ahli hukum pendidikan, Aswandi Hijrah, S.H., M.H., menegaskan bahwa indikasi kolusi ini tidak bisa dianggap sepele karena sudah menyentuh ranah hukum pidana.


“Revitalisasi sekolah sebagian besar menggunakan dana pusat. Jika dalam praktiknya ada penunjukan tidak transparan, maka itu berpotensi melanggar UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Apalagi bila ada keuntungan pribadi, jelas masuk kategori korupsi,” tegas Aswandi.


Ia juga mengingatkan soal hak publik untuk mengawasi.


UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan setiap lembaga pendidikan membuka detail penggunaan anggaran. Jika sekolah menutup informasi itu, jelas ada indikasi pelanggaran serius,” tambahnya.


Lemkira Mendesak Aparat Bertindak


Sorotan serupa datang dari Lembaga Monitoring Kinerja Aparatur Negara Indonesia (Lemkira). Ketua DPP Lemkira, Rizal Rahman, menilai kasus ini tidak boleh dibiarkan menjadi isu sesaat.


“Kami mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan. Jangan hanya menunggu laporan formal. Ada indikasi kuat praktik kolusi di SMPN 53, dan ini menyangkut dana publik. Kalau dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Makassar,” ujar Rizal dengan nada tegas.


Ia menambahkan, lemahnya pengawasan justru membuka ruang permainan kotor. “Sekolah adalah tempat mendidik anak-anak bangsa, bukan arena transaksi gelap. Lemkira akan mengawal kasus ini hingga tuntas,” tutupnya.


Pihak Sekolah Bungkam


Upaya konfirmasi kepada Kepala Sekolah SMPN 53, Kusnadi Idris, hingga berita ini diterbitkan belum mendapat jawaban. Telepon dan pesan singkat wartawan Celebes Post tidak direspons. Sikap bungkam ini kian memperkuat dugaan adanya persoalan serius.


Publik Menuntut Transparansi


Masyarakat kini menanti kejelasan. Tanpa transparansi, proyek revitalisasi ini rawan menjadi ajang bancakan dana pendidikan.


“Setiap rupiah yang digelontorkan adalah amanah rakyat. Bila ada yang bermain-main di dalamnya, sama saja mencuri masa depan anak-anak kita,” kata seorang pemerhati pendidikan di Makassar.


Revitalisasi SMPN 53 Makassar kini berada di persimpangan: apakah akan menjadi proyek harapan atau justru noda hitam dalam pengelolaan dana pendidikan. Publik menunggu tindakan nyata aparat hukum, desakan LSM seperti Lemkira, serta keberanian pihak sekolah membuka tabir transparansi.



MDS – Celebes Post



Berita Video

×
Berita Terbaru Update