![]() |
RIZAL RAHMAN (DPP LEMKIRA), ASWANDI HIJRAH (LAW FIRM KEADILAN INSAN NUSANTARA) |
Makassar, Celebes Post — Proyek revitalisasi SMPN 53 Makassar yang seharusnya menjadi tonggak peningkatan mutu pendidikan kini justru berubah menjadi sorotan tajam publik. Alih-alih menghadirkan suasana belajar yang lebih baik bagi siswa, pelaksanaan proyek diduga diwarnai kolusi antara Kepala Sekolah, Kusnadi Idris, dengan pihak ketiga dalam Panitia Pembangunan Sekolah (P2SP).
Aroma Kolusi dalam Proyek Pendidikan
Sejak awal proyek berjalan, sejumlah kejanggalan tercium. Penunjukan vendor dan rekanan proyek disebut tidak melalui mekanisme terbuka, melainkan terkesan berdasarkan preferensi personal.
“Nama-nama rekanan yang dipilih itu tidak asing. Mereka adalah pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan pengurus P2SP. Mekanisme tender terbuka tidak terlihat sama sekali,” ungkap seorang sumber internal yang mengetahui detail proyek namun meminta identitasnya dirahasiakan.
Indikasi lain juga menguat pada aspek pengadaan material dan jasa pelaksana proyek, di mana harga material dinilai melambung tanpa kualitas sepadan, sementara jasa pelaksana yang ditunjuk disebut bekerja tanpa standar optimal.
![]() |
Papan informasi |
![]() |
Proses Pembesian |
![]() |
Proses Dasar |
Pakar Hukum: Ada Potensi Jerat Korupsi
Ahli hukum pendidikan, Aswandi Hijrah, S.H., M.H., menegaskan bahwa indikasi kolusi ini tidak bisa dianggap sepele karena sudah menyentuh ranah hukum pidana.
“Revitalisasi sekolah sebagian besar menggunakan dana pusat. Jika dalam praktiknya ada penunjukan tidak transparan, maka itu berpotensi melanggar UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Apalagi bila ada keuntungan pribadi, jelas masuk kategori korupsi,” tegas Aswandi.
Ia juga mengingatkan soal hak publik untuk mengawasi.
“UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan setiap lembaga pendidikan membuka detail penggunaan anggaran. Jika sekolah menutup informasi itu, jelas ada indikasi pelanggaran serius,” tambahnya.
Lemkira Mendesak Aparat Bertindak
Sorotan serupa datang dari Lembaga Monitoring Kinerja Aparatur Negara Indonesia (Lemkira). Ketua DPP Lemkira, Rizal Rahman, menilai kasus ini tidak boleh dibiarkan menjadi isu sesaat.
“Kami mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan. Jangan hanya menunggu laporan formal. Ada indikasi kuat praktik kolusi di SMPN 53, dan ini menyangkut dana publik. Kalau dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Makassar,” ujar Rizal dengan nada tegas.
Ia menambahkan, lemahnya pengawasan justru membuka ruang permainan kotor. “Sekolah adalah tempat mendidik anak-anak bangsa, bukan arena transaksi gelap. Lemkira akan mengawal kasus ini hingga tuntas,” tutupnya.
Pihak Sekolah Bungkam
Upaya konfirmasi kepada Kepala Sekolah SMPN 53, Kusnadi Idris, hingga berita ini diterbitkan belum mendapat jawaban. Telepon dan pesan singkat wartawan Celebes Post tidak direspons. Sikap bungkam ini kian memperkuat dugaan adanya persoalan serius.
Publik Menuntut Transparansi
Masyarakat kini menanti kejelasan. Tanpa transparansi, proyek revitalisasi ini rawan menjadi ajang bancakan dana pendidikan.
“Setiap rupiah yang digelontorkan adalah amanah rakyat. Bila ada yang bermain-main di dalamnya, sama saja mencuri masa depan anak-anak kita,” kata seorang pemerhati pendidikan di Makassar.
Revitalisasi SMPN 53 Makassar kini berada di persimpangan: apakah akan menjadi proyek harapan atau justru noda hitam dalam pengelolaan dana pendidikan. Publik menunggu tindakan nyata aparat hukum, desakan LSM seperti Lemkira, serta keberanian pihak sekolah membuka tabir transparansi.
MDS – Celebes Post