![]() |
Surat Somasi |
Takalar, Celebes Post – Polemik sengketa tanah di Dusun Karama, Desa Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, memanas setelah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pabbicarae melayangkan somasi kepada seorang warga, Siara Dg. Singara. Namun, somasi tersebut justru menuai kontroversi karena dinilai tidak memiliki kekuatan hukum dan cenderung menyesatkan publik.
Isi Somasi: Ultimatum 7 Hari
Dalam somasi bertanggal 17 September 2025, LBH Pabbicarae yang mengaku sebagai kuasa hukum Muntu Dg. Beta dan Saturi Dg. Pati menuding Siara mendirikan rumah permanen di atas tanah warisan almarhum Saraila bin Badullah.
Surat itu bahkan memberi ultimatum tujuh hari agar rumah Siara dibongkar. Jika tidak, pihak kuasa hukum mengancam akan menempuh jalur pidana dengan tuduhan penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen.
Analisis Putusan PN Takalar
Somasi tersebut mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Takalar No. 18/Pdt.G/2023/PN.Tka tanggal 5 September 2024, yang menurut LBH Pabbicarae, menguatkan klaim ahli waris.
Namun, pakar hukum perdata dan pidana, Dr. H. Abdul Rahman, S.H., M.H., menilai klaim itu keliru.
“Putusan PN Takalar itu bersifat declaratoir, hanya mengakui status ahli waris, bukan condemnatoir yang bisa langsung dieksekusi. Tidak ada satu pun amar putusan yang memerintahkan Siara Dg. Singara membongkar rumahnya atau meninggalkan lahan tersebut,” jelasnya, Selasa (30/9/2025).
Ia menegaskan, bila pihak penggugat ingin mengeksekusi tanah, harus ada permohonan resmi ke pengadilan, lalu Ketua PN Takalar yang menentukan mekanisme eksekusi.
“Somasi hanyalah teguran sepihak, tidak punya kekuatan mengikat. Ancaman pidana penyerobotan tanah jelas prematur, karena unsur pidana baru bisa terbukti setelah ada putusan inkracht dan eksekusi resmi,” tegasnya.
Bantahan Keras Keluarga Siara
Menanggapi somasi tersebut, pihak keluarga Siara Dg. Singara melayangkan bantahan tegas. Mereka menilai somasi itu tidak lebih dari upaya intimidasi hukum.
“Kami keluarga menolak keras isi somasi itu. Tidak ada satu pun dasar hukum yang menyebut Siara harus angkat kaki dari tanah itu. Kalau benar ada sengketa, silakan tempuh jalur resmi pengadilan, bukan main ancam lewat surat,” ujar salah satu perwakilan keluarga, Senin (29/9/2025).
Keluarga juga menekankan bahwa rumah yang ditempati Siara sudah berdiri puluhan tahun, jauh sebelum adanya klaim sepihak dari pihak lain.
“Ini tanah turun-temurun yang kami kuasai secara fisik. Kalau tiba-tiba ada orang mengaku ahli waris, seharusnya buktikan dulu lewat prosedur hukum yang sah, bukan mengintimidasi warga dengan somasi,” tambahnya.
Perspektif Hukum: Somasi Bukan Eksekusi
Pengamat hukum agraria di Makassar menilai somasi semacam ini rawan digunakan sebagai alat tekanan. Mereka mengingatkan bahwa masyarakat harus memahami posisi hukum somasi.
Somasi hanyalah teguran administratif, bukan putusan pengadilan. Tidak ada kekuatan eksekusi yang lahir dari somasi, apalagi dengan ancaman pidana.
“Kalau LBH Pabbicarae serius, ajukan permohonan eksekusi ke PN Takalar. Jangan menakut-nakuti warga dengan istilah pidana. Itu bisa masuk kategori penyalahgunaan kewenangan,” jelas Abdul Rahman.
Kasus ini menyingkap bagaimana somasi kerap dipakai untuk menekan pihak lemah. Namun, dari sudut pandang hukum, somasi tidak lebih dari surat teguran, bukan instrumen paksa.
Ancaman pembongkaran rumah Siara Dg. Singara dalam somasi LBH Pabbicarae jelas tidak sah secara hukum. Jalan satu-satunya penyelesaian sengketa tanah tetap melalui putusan pengadilan inkracht dan eksekusi resmi.
@mds