![]() |
| Dokumentasi Celebes Post |
Pinrang, Celebes Post — Tensi kemarahan publik terhadap PT Bank Negara Indonesia (BNI) kian memuncak. Pasalnya, kasus dugaan manipulasi kredit yang menjerat puluhan pensiunan di Kabupaten Pinrang belum juga tuntas, meski pihak BNI sebelumnya telah berjanji akan melakukan pembayaran kepada 12 korban pada bulan ini.
Desakan keras datang dari Pengurus pusat kesatuan pelajar mahasiswa pinrang. (PP KPMP) yang menegaskan bahwa BNI hanya diberi waktu hingga akhir pekan ini (Jumat) untuk menunaikan kewajibannya. Bila tidak, mereka mengancam akan menggelar aksi besar-besaran dan menolak kehadiran BNI di tanah Lassinrang (Pinrang).
“Kami sudah memberi waktu cukup panjang. Jika hingga minggu ini BNI belum membayar 12 korban sesuai janjinya, maka kami pastikan gelombang perlawanan rakyat akan membesar. BNI tidak akan lagi diterima di Pinrang,” tegas Reski, Koordinator Advokasi Korban dari PP KPMP, kepada wartawan, Senin (27/10/2025).
Kasus Manipulasi Kredit Pensiunan: Luka di Masa Tua
Kasus ini bermula dari dugaan rekayasa data kredit terhadap puluhan pensiunan oleh oknum di lingkungan BNI Cabang Pinrang bersama pihak vendor kredit. Akibatnya, gaji dan tunjangan sejumlah pensiunan dipotong secara tidak sah selama bertahun-tahun.
PP KPMP menyebut kasus ini bukan sekadar pelanggaran etik perbankan, tetapi tindak pidana serius yang melanggar berbagai undang-undang, di antaranya:
-
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 49 ayat (1) huruf a dan b yang mengancam pidana 15 tahun dan denda Rp200 miliar bagi pegawai bank yang memanipulasi data nasabah.
-
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Pasal 3, yang mengatur hukuman hingga seumur hidup bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangan dan merugikan keuangan negara.
-
Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan, dengan ancaman pidana hingga empat tahun.
Karena BNI adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kerugian para pensiunan ini termasuk dalam kategori kerugian keuangan negara.
Tuntutan Rakyat: Bayar, Audit, dan Tangkap!
PP KPMP menuntut tiga langkah konkret dari BNI:
-
Segera bayarkan hak 12 korban paling lambat Jumat minggu ini tanpa alasan apapun.
-
Percepat audit terhadap korban lain yang kini sedang dikawal oleh PP KPMP.
-
Tangkap dan adili seluruh pelaku yang terlibat dalam rekayasa kredit dan pencurian gaji pensiunan.
“Para korban adalah orang tua kita sendiri, para pensiunan yang seharusnya menikmati masa tenang di usia senja. Tapi justru mereka dijadikan sasaran empuk oleh oknum tidak bermoral,” tambah Reski dengan nada tegas.
Selain itu, PP KPMP juga mendesak BNI untuk memberikan kompensasi atas kerugian immateriil seperti penderitaan psikologis dan hilangnya kepercayaan publik terhadap lembaga perbankan.
Reski menegaskan, dasar hukum perdata juga berpihak pada korban. Ia mengutip Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi:
“Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pelakunya mengganti kerugian tersebut.”
Dugaan Sindikat Internal dan Manipulasi Pemberitaan
PP KPMP juga mencium adanya indikasi keterlibatan jaringan internal dalam kasus ini. Reski menyebut bahwa pola yang ditemukan di lapangan menunjukkan adanya sindikat terstruktur yang bekerja di bawah sistem BNI dan vendor kredit.
“Kami yakin ini bukan kerja satu orang. Polanya terlalu rapi. Ada indikasi kuat bahwa kasus ini dijalankan secara sistematis oleh beberapa oknum di dalam struktur BNI,” ujarnya.
Lebih mengejutkan lagi, Reski mengungkap dugaan pengaburan informasi di media nasional. Ia menilai beberapa media besar sengaja menulis “bank BUMN” tanpa menyebut nama BNI secara eksplisit.
“Ini bentuk pengkhianatan terhadap keterbukaan informasi publik. Media tidak boleh menjadi corong korporasi, mereka harus berdiri di sisi rakyat yang dizalimi,” tandasnya.
Ancaman Aksi dan Seruan Moral
Dalam pernyataan akhirnya, PP KPMP memberi batas waktu hingga 31 Oktober 2025 bagi BNI untuk menyelesaikan seluruh pembayaran kepada korban. Jika tidak, mereka berjanji akan menggelar aksi besar serentak di Pinrang dan kota-kota lain di Sulawesi Selatan.
“Penipuan terhadap pensiunan adalah dosa publik dan pengkhianatan terhadap nurani bangsa. Kami tidak akan diam. Keadilan harus berpihak kepada rakyat, bukan korporasi pelaku penindasan,” tutup Reski.
Kasus BNI Pinrang ini bukan sekadar soal uang, tapi soal moral, hukum, dan keadilan sosial.
Sebagai BUMN yang mengemban amanat negara, BNI dituntut untuk menunjukkan tanggung jawab dan transparansi penuh. Bila tidak, maka lembaga ini akan kehilangan legitimasi moral di mata rakyat — terutama mereka yang selama ini menaruh kepercayaan di pundak bank milik negara tersebut.
MDS – Celebes Post
