Notification

×

Iklan

Iklan

Eksekusi Dipaksakan Tanpa Putusan Inkracht, Kuasa Hukum: Ini Bentuk Pelanggaran Hukum

Kamis, 20 November 2025 | November 20, 2025 WIB Last Updated 2025-11-20T10:47:16Z


Celebespost Makassar Sulsel, -  Polemik terkait pelaksanaan eksekusi objek sengketa kembali mencuat setelah pihak penggugat menilai tindakan eksekusi yang dilakukan Panitera Pengadilan Negeri Makassar pada 12 November 2025 bersifat prematur, cacat prosedur, dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kamis, 20 November 2025 Kota Makassar.

Kuasa Hukum Marthen Luther, Muh. Tayyib S.H, menegaskan bahwa perkara inti terkait dugaan pelanggaran hukum dalam proses lelang masih berjalan dan saat ini sudah memasuki tahap pembuktian. Sidang lanjutan telah terjadwal pada Selasa, 25 November 2025. Dengan status perkara yang masih diproses, ia menilai eksekusi seharusnya tidak boleh dilaksanakan.

“Bagaimana mungkin eksekusi dilakukan sementara perkara pokok dan gugatan perlawanan masih diperiksa oleh hakim? Ini jelas tindakan prematur dan mengabaikan asas hukum,” Tegasnya.

Gugatan Perlawanan Sudah Diterima Pengadilan, Tetapi Eksekusi Tetap Jalan

Menurut Muh. Tayyib, pihaknya telah mengajukan Gugatan Perlawanan (Verzet) terhadap Penetapan Eksekusi Nomor: 37 EKS.R.L/2025/PN.Mks yang telah resmi diterima Pengadilan Negeri Makassar dengan:
- Nomor Perkara: 511/Pdt.Bth/2025/PN Mks
- Diajukan pada 25 Oktober 2025
- Sidang pertama: 6 November 2025, namun para tergugat tidak hadir
- Sidang kedua: 13 November 2025



Ironisnya, di tengah proses persidangan yang masih berjalan, eksekusi justru dipaksakan dilakukan berdasarkan Kutipan Risalah Lelang No. 30/15.02/2025-01 tanggal 21 Januari 2025.

“Ini jelas meremehkan kewenangan hakim yang sedang memeriksa perkara. Jika proses perlawanan diabaikan begitu saja, untuk apa ada mekanisme hukum? Ini dapat menjadi preseden buruk bagi pencari keadilan di Kota Makassar,” Ujarnya.

Yurisprudensi MA Tegas: Eksekusi Wajib Ditunda Jika Objek Masih Sengketa

Kuasa hukum menekankan bahwa Mahkamah Agung melalui sejumlah putusan telah mengatur secara tegas bahwa eksekusi tidak boleh dilakukan ketika objek masih dalam proses perselisihan hukum. Di antaranya:
- Putusan MA No. 3210 K/Pdt/1984
- Eksekusi dapat ditunda apabila diajukan gugatan perlawanan.

Putusan MA No. 1189 K/Sip/1979
Pengadilan berwenang menunda eksekusi guna menjamin kepastian hukum dan mencegah kerugian yang tidak dapat dipulihkan.

- Putusan MA No. 1406 K/Pdt/1986
- Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) menunda proses eksekusi sampai perkara selesai diperiksa.
- Putusan MA No. 3909 K/Pdt/1991
Menegaskan kewajiban penundaan eksekusi ketika terdapat potensi kerugian serius bagi pihak yang berperkara.

“Seluruh yurisprudensi ini mengikat dan harus dihormati. Eksekusi yang tetap dipaksakan adalah pelanggaran terang-terangan,” Tegas Muh. Tayyib.

Dasar Hukum yang Disinggung dan Potensi Pelanggaran

Ia juga menilai tindakan eksekusi tersebut bertentangan dengan:

Pasal 195 ayat (6) HIR / Pasal 206 ayat (6) RBg
OYang mengatur bahwa eksekusi hanya dapat dilakukan terhadap putusan yang sudah inkracht.

Pasal 54 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Yang mewajibkan pengadilan memberikan perlindungan hukum, kepastian hukum, dan keadilan kepada semua pihak yang berperkara.

Jika eksekusi dipaksakan dalam kondisi perkara belum selesai, menurutnya hal itu dapat menimbulkan irreparable loss, yaitu kerugian yang tidak dapat diperbaiki secara hukum maupun materiil.

“Ini bukan hanya persoalan prosedur. Ini soal mempertahankan rasa keadilan yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam setiap proses peradilan. Masyarakat yang mencari keadilan tidak boleh dikorbankan oleh tindakan yang melanggar aturan,” Tutupnya. (*411U).

Sumber : Marthen

Berita Video

×
Berita Terbaru Update