Celebespost Makassar Sulsel, - Dugaan praktik kebohongan dan penyalahgunaan kewenangan kembali mencoreng institusi Polri, kali ini mencuat di tubuh Polrestabes Makassar.
Ishak Hamzah, yang juga salah satu penggiat media Pers Lintas Mata Nusantara (LMN) didampingi langsung oleh kuasa hukumnya Andi Agung Salim, S.H., CLA., menyambangi Mapolrestabes Makassar, Jum'at, 07 November 2025, untuk mencari keadilan atas kasus pelaporan yang dinilainya penuh rekayasa hukum dan pelanggaran hak asasi manusia.
Kedatangan Ishak disambut langsung oleh Kapolrestabes Makassar Kombes Pol. Arya di ruang tamu Kapolrestabes. Pertemuan itu juga dihadiri oleh Ishak Hamzah, Andi Agung Salim S.H., CLA, Kasat Reskrim Sujana, Kanit Tahbang AKP Muhammad Rivai, Penyidik Edwin Sambunga, serta Ketua LSM Perak Sulsel Mahmuddin, Karca, Rusli yang turut mengawasi jalannya diskusi tersebut.
Ishak Hamzah: “Saya Jadi Korban Penzoliman dan Rekayasa Kasus”
Dalam kesempatan itu, Ishak Hamzah dengan tegas memaparkan kepada Kapolrestabes bahwa ia telah menjadi korban kriminalisasi dan rekayasa hukum oleh oknum penyidik. Ia menyebut ada indikasi kuat praktik mafia tanah yang melibatkan aparat di tubuh Polrestabes Makassar.
“Saya sudah terlalu lama dizalimi. Kasus ini bukan sekadar salah prosedur, tapi sudah pelanggaran HAM berat. Fakta hukum dipelintir demi kepentingan kelompok tertentu,” Tegas Ishak di hadapan Kapolrestabes.
Kanit Diduga Berbohong di Depan Kapolrestabes, Dalam forum itu pula, mencuat dugaan serius bahwa Kanit Tahbang Polrestabes Makassar, AKP Muhammad Rivai, menyampaikan informasi palsu di hadapan Kapolrestabes. Rivai mengklaim bahwa perkara perdata antara Ishak Hamzah dan Hj. Wafia Syahrier telah dimenangkan oleh pihak pelapor.
Namun fakta hukum berbicara sebaliknya. Berdasarkan dokumen resmi pengadilan, perkara tersebut berstatus Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), yang berarti gugatan tidak diterima karena cacat formil. Dengan kata lain, tidak ada pihak yang dimenangkan atau dikalahkan.
“Klaim kemenangan itu kebohongan publik. Putusan NO artinya gugatan mereka tidak diterima. Tapi Kanit Rivai justru memelintir fakta di depan Kapolrestabes seolah-olah mereka menang. Ini manipulasi hukum yang berbahaya,” Ungkap Ishak dengan nada kecewa.
Akar Persoalan: Sengketa Tanah dan Dugaan Rekayasa Penyidikan, Kasus ini bermula dari laporan Hj. Wafia Syahrier pada tahun 2021, yang menuduh Ishak menyerobot sebidang tanah yang diklaim milik keluarganya. Ishak menyebut laporan tersebut tidak berdasar secara hukum dan sarat kepentingan tertentu.
“Penyidik seharusnya menelusuri asal-usul sertifikat Hj. Wafia. Berdasarkan data Kantor Ipeda dan Bapenda Makassar, tanah itu bukan eks verponding seperti klaim mereka, melainkan tanah CI warisan keluarga saya yang sah,” Terang Ishak.
Ironisnya, penyidik justru menggunakan salinan buku F dari kelurahan sebagai alat bukti utama, padahal dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.
“Itu cuma salinan, bukan dokumen resmi negara. Tapi penyidik jadikan dasar hukum untuk menjerat saya. Ini jelas bentuk kriminalisasi,” Tambahnya .
Pasal Dipaksakan, Barang Bukti Diduga Direkayasa, Menurut Ishak, penyidik memaksakan penerapan Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin dan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan surat.
Padahal, hasil gelar perkara di Wasidik Polda Sulsel tahun 2022 sudah menemukan adanya perbedaan data Persil 21 dan Persil 31, yang menunjukkan tidak ada unsur pemalsuan.
“Itu bukan pemalsuan, hanya kesalahan pengetikan dari Pengadilan Agama dalam penetapan waris kami. Tapi penyidik tetap menutup mata,” Tegasnya.
Lebih parah lagi, pada tahun 2025, penyidik diduga mengganti barang bukti lama dengan dokumen baru, yaitu surat tanah atas nama Simana Buttayya kakek Ishak hanya untuk memperkuat tuduhan terhadap dirinya.
“Barang bukti itu hasil scan, bukan dokumen asli. Tapi tetap digunakan untuk menjerat saya. Ini bukan penyidikan, tapi rekayasa hukum,” Ujarnya lantang.
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam dari kalangan pengamat hukum dan aktivis anti-mafia tanah. Mereka menilai, praktik pemelintiran fakta dan manipulasi alat bukti yang dilakukan aparat penegak hukum menunjukkan adanya kerusakan sistemik dalam proses penyidikan kasus pertanahan di Sulawesi Selatan.
Pengamat hukum dari Universitas Hasanuddin, Dr. Ahmad Zulkifli, S.H., M.H., menegaskan bahwa jika dugaan kebohongan dan rekayasa itu benar terjadi, maka hal itu sudah masuk kategori kejahatan hukum serius, bukan sekadar pelanggaran etik.
“Institusi Polri harus berani bersih-bersih. Kalau benar ada penyidik berbohong dan memanipulasi bukti, itu sudah melanggar hukum pidana. Tidak boleh ditoleransi,” Tegas Zulkifli.
Ia juga mengingatkan bahwa ini merupakan momentum penting bagi Kapolda Sulsel Irjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro dan Kapolrestabes Makassar Kombes Arya untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menegakkan keadilan dan memberantas mafia tanah di tubuh Polri.
“Publik menanti langkah konkret. Jangan biarkan institusi ini rusak karena ulah segelintir oknum,” Pungkasnya.
📰 Tiga Judul Keras dan Tegas:
“Terbongkar! Oknum Kanit Polrestabes Makassar Diduga Berbohong di Depan Kapolrestabes, Fakta Hukum Dipelintir”
“Ishak Hamzah Bongkar Rekayasa Penyidikan dan Dugaan Mafia Tanah di Polrestabes Makassar”
“Bobroknya Penegakan Hukum di Makassar: Kebohongan, Manipulasi Bukti, dan Mafia Tanah Diduga Menggurita”
.jpg)