Notification

×

Iklan

Iklan

Makassar dalam Bayang-Bayang THM: Moratorium Gubernur Diabaikan, Mahasiswa Siap Gugat “Kekuatan Gelap” di Baliknya

Kamis, 13 November 2025 | November 13, 2025 WIB Last Updated 2025-11-13T11:25:22Z

Dokumentasi Celebes Post 

CELEBES POST, Makassar, Sulsel — Saat malam tiba, Kota Makassar kembali memamerkan wajah keduanya. Di sejumlah sudut kota, lampu neon memecah gelap, pintu-pintu besi terangkat pelan, dan dentuman musik kembali bergetar hingga keluar ke badan jalan. Tempat Hiburan Malam (THM) yang seharusnya tutup total sesuai kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, kini justru hidup lagi—lebih berani dari sebelumnya.


Fenomena yang berlangsung dalam beberapa pekan terakhir ini bukan hanya mengejutkan publik, tetapi telah menyulut kemarahan mahasiswa, pemuda, tokoh masyarakat, hingga pegiat anti-kriminalitas. Mereka menilai bahwa kembalinya aktivitas THM bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan situasi yang mengancam stabilitas keamanan dan masa depan generasi muda.


Padahal, beberapa bulan lalu Pemprov Sulsel telah menerbitkan SK Gubernur Sulsel Nomor 714/V/Tahun 2025 tentang Moratorium Izin Tempat Hiburan Malam—sebuah instruksi resmi yang menutup seluruh THM dan menghentikan penerbitan izin baru. Kebijakan ini dipuji banyak pihak, terutama karena bertujuan untuk menekan kriminalitas dan mengembalikan ketertiban umum.


Namun kini, semua itu seperti tinggal tulisan di atas kertas.


Kembali Hidupnya THM: Kota yang Seharusnya Tenang, Kini Bergeliat Lagi di Malam Hari


Pantauan lapangan CELEBES POST menemukan sejumlah THM besar hingga kelas menengah kembali beroperasi, beberapa bahkan berada di lokasi-lokasi strategis yang dulu menjadi pusat keramaian malam. Aktivitas ini terlihat jelas meski moratorium masih berjalan.


Bams sang jendral lapangan 


Suara bising kendaraan yang keluar masuk, bayangan pengunjung yang mengantre di pintu masuk, dan aroma alkohol yang menyengat menjadi bukti bahwa pusat-pusat hiburan itu tak lagi memedulikan pembatasan.


Sebagian warga mengaku kondisi ini mengembalikan suasana yang sempat hilang beberapa bulan terakhir—suasana yang tidak selalu positif.

“Baru juga tenang, sekarang ribut-ribut lagi. Tiap malam ada saja suara motor kencang lewat, ada THM buka lagi di belakang rumah. Saya takut kejadian seperti dulu terulang,” ujar Rudi, warga Kecamatan Panakkukang.


Mahasiswa & Pemuda: “Ini bukan sekadar pembangkangan, tapi pengkhianatan kebijakan provinsi!”


Kelompok Simpul Pergerakan Mahasiswa dan Pemuda menjadi garda terdepan dalam menyoroti masalah ini.
Jenderal Lapangan mereka, Bams, menyatakan bahwa pemerintah dan aparat telah gagal mengamankan kebijakan moratorium.


Dalam pernyataannya, ia menyebut fenomena ini sebagai bentuk “pengkhianatan terbuka” terhadap Pemprov Sulsel.

 

"Kami heran dan marah. Bagaimana mungkin THM bisa buka lagi sementara moratorium masih berlaku? Ini bukan masalah kecil. Ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan aparat,” tegas Bams


Ia kemudian mempertanyakan keberanian para pengelola THM yang kembali membuka bisnis mereka tanpa khawatir akan sanksi.

 

“Apa karena ada yang melindungi? Apa karena ada backing? Kalau tidak ada kekuatan besar, mana mungkin mereka buka terang-terangan begini,” ucapnya.

 


Aparat dan Pemerintah Kota Dinilai Pasif: “Seolah tidak melihat, padahal aktivitasnya terang-benderang”


Kritik tajam juga dilayangkan kepada aparat kepolisian dan Satpol PP yang dinilai membiarkan aktivitas tersebut berjalan tanpa pengawasan.


Dalam sejumlah kasus sebelumnya, aparat dikenal sangat cepat menutup atau menindak tempat usaha yang melanggar aturan. Namun kali ini berbeda: tidak ada operasi gabungan, tidak ada penyegelan, tidak ada tindakan berarti.


Padahal, dalam moratorium jelas tertulis bahwa:

Tidak ada izin baru THM yang boleh diterbitkan.


THM yang masih berizin diwajibkan berada dalam pengawasan ketat.


Pelanggaran terhadap moratorium dapat dikenakan sanksi administratif hingga penutupan permanen.


Namun yang terjadi justru kebalikannya: THM buka kembali seperti tidak ada aturan pemerintah.


Dampak Sosial Mulai Terlihat Lagi: Perkelahian, Aksi Kekerasan, dan Kriminalitas Menguat


Selain persoalan regulasi, warga juga mengeluhkan dampak sosial dari aktifnya kembali THM. Dalam tiga minggu terakhir, laporan perkelahian antar pemuda meningkat di beberapa titik kota.
Beberapa di antaranya bahkan terekam kamera ponsel dan viral di media sosial.


Di Jalan Boulevard, seorang warga melihat sekelompok pemuda saling serang dengan botol minuman. Di kawasan Pettarani, seorang pengendara motor menjadi korban begal setelah keluar dari sebuah THM yang baru buka kembali.


Menurut sejumlah tokoh masyarakat:


“Ketika THM hidup, alkohol masuk, orang mabuk, maka masalah sosial ikut hidup kembali. Polanya selalu sama, tidak pernah berubah,” ungkap Daeng Manna, tokoh masyarakat Tamalanrea.



Dugaan Ada “Orang Besar”: Motif Keuntungan Miliaran Rupiah?


Di tengah polemik ini, dugaan keterlibatan “orang besar” muncul ke permukaan.
Isu tersebut mencuat karena THM tidak hanya buka satu atau dua, tetapi muncul serentak di beberapa lokasi dalam waktu yang hampir bersamaan.

Menurut Bams, pola ini terlalu rapi untuk disebut “kebetulan”.

 

“Kami menduga ada pihak yang berkepentingan. Ada figur besar yang mungkin melindungi atau diuntungkan dari aktivitas ini. Kalau tidak, mustahil THM berani buka serentak seperti ini,” tegasnya.


Selain itu, bisnis hiburan malam dikenal sebagai sektor yang menghasilkan perputaran uang sangat besar. Dalam semalam, pendapatan satu THM tertentu bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Dalam sebulan, nilainya dapat menembus miliaran.


Motivasi finansial inilah yang diduga menjadi alasan kuat melawan moratorium.


Apa Sebenarnya Isi Moratorium THM Sulsel?

SK Gubernur Sulsel Nomor 714/V/Tahun 2025 memuat empat poin besar:

1. Penangguhan semua penerbitan izin baru THM

Ini mencakup diskotek, bar, kelab malam, hingga lounge berlisensi alkohol.

2. Pengawasan ketat terhadap THM yang masih memiliki izin

Pengawasan melibatkan Satpol PP, kepolisian, dan dinas terkait.

3. Penegakan ketertiban umum berdasarkan Perda Provinsi Nomor 2 Tahun 2021

Perda ini mengatur larangan praktik yang mengganggu ketertiban, keamanan, dan moralitas publik.

4. Evaluasi dan penataan ulang industri hiburan malam

Kebijakan ini merupakan aspirasi dari MUI, lembaga adat, serta organisasi kemasyarakatan.

Dengan demikian, THM yang beroperasi saat ini jelas tidak sejalan dengan kebijakan provinsi—bahkan dapat disebut melanggar aturan resmi pemerintah.


Mahasiswa Ultimatum: Jika Tak Ada Penindakan, Aksi Besar Menunggu


Simpul Pergerakan Mahasiswa dan Pemuda menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam.

 

“Dalam waktu dekat, bila pemerintah dan aparat tak bergerak, kami akan turun ke jalan. Ini bukan ancaman, tapi komitmen,” ujar Bams.

 


Kelompok ini tengah menyiapkan konsolidasi lintas organisasi mahasiswa dan pemuda. Rencana aksi besar-besaran disebut bisa terjadi dalam satu atau dua pekan ke depan jika tidak ada langkah penegakan.


Penutup: Pertarungan antara Kebijakan dan Kepentingan


Kembalinya THM beroperasi di Makassar kini menjadi titik kritis antara wibawa pemerintah dan tekanan kepentingan ekonomi yang kuat.


Jika Pemprov Sulsel dan aparat tak segera bertindak, publik akan bertanya-tanya:
Apakah moratorium hanya simbol tanpa taring? Atau ada kekuatan lain yang lebih kuat dibanding kebijakan resmi pemerintah?


Sementara itu, mahasiswa dan masyarakat menunggu kepastian—bukan janji. Yang dipertaruhkan bukan hanya keamanan kota, tetapi juga masa depan Makassar.



@mds

Berita Video

×
Berita Terbaru Update