Notification

×

Iklan

Iklan

Skandal Desa Lanca: Koperasi di Atas Tanah Sengketa, Lahan Sengketa Disertifikatkan, ADD Bermasalah, Hukum Bungkam!

Selasa, 04 November 2025 | November 04, 2025 WIB Last Updated 2025-11-04T08:26:22Z
Dokumentasi Celebes Post 


Bone, Celebes Post Polemik di Desa Lanca, Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, kembali menyeruak ke publik. Warga setempat menuding adanya penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2024–2025 dan pelanggaran terhadap perjanjian lahan sengketa yang bahkan menyeret nama seorang oknum anggota TNI.


Temuan terbaru dari hasil investigasi Celebes Post dan laporan warga menunjukkan bahwa proyek-proyek yang dibiayai ADD di desa tersebut diduga fiktif dan tumpang tindih, sementara tanah sengketa diubah statusnya menjadi lahan koperasi tanpa dasar hukum yang jelas.


Proyek Diduga Fiktif dan Papan Proyek Ganda


Warga mencurigai adanya manipulasi dalam proyek pembangunan jalan tani (talud dan pengerasan) senilai Rp90.645.000, pekerjaan jalan tani Rp31.388.000, dan paving blok Rp191.000.000.


Alih-alih memberi manfaat nyata, hasil pekerjaan di lapangan disebut hanya berupa timbunan seadanya dan berulang setiap tahun tanpa peningkatan kualitas.


Kecurigaan semakin menguat setelah ditemukan dua papan proyek dengan tahun anggaran berbeda—satu bertuliskan ADD 2024 dan lainnya ADD 2025—di lokasi yang sama. Warga juga menemukan papan proyek lama yang belum dicabut, menimbulkan dugaan rekayasa kegiatan dan tumpang tindih penggunaan anggaran.

Dokumentasi Celebes Post 


Oknum TNI Diduga Terlibat dalam Pengukuran Tanah Sengketa


Dugaan pelanggaran wewenang semakin rumit ketika muncul informasi bahwa Kepala Desa Lanca, Andi Rahmatang, S.Sos., M.Si., diduga memerintahkan seorang oknum TNI untuk membantu pengukuran tanah sengketa lapangan sepak bola Andi Pawannai.


“Oknum TNI itu diperintahkan untuk mengukur tanah yang masih berperkara. Katanya mau dijadikan Koperasi Merah Putih, padahal belum ada keputusan hukum tetap,”
— ungkap salah seorang warga Desa Lanca kepada Celebes Post, Kamis (30/10/2025).

Ironisnya, saat perintah itu dikeluarkan, Kepala Desa Lanca dilaporkan sedang berada di Kalimantan Timur selama dua pekan.


Kepala Desa Disebut Kebal Hukum


Beberapa warga menilai Kepala Desa Lanca bertindak semena-mena dan kebal terhadap hukum.


“Dia bisa seenaknya mensertifikatkan lahan yang masih sengketa dan melanggar perjanjian yang sudah ditandatangani dengan ahli waris. Camat pun seolah takut menegurnya,”
ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.


Perjanjian yang Dilanggar: Bukti Tertulis Tak Dihormati


Berdasarkan dokumen resmi yang diperoleh Celebes Post, terdapat surat perjanjian tertanggal 15 April 2022 antara Kepala Desa Lanca, Andi Rahmatang, dan ahli waris tanah, Andi Sulaeman.


Dalam surat itu, pemerintah desa berjanji tidak akan membangun fasilitas apa pun di atas lapangan sepak bola sebelum status kepemilikan tanah mendapat kejelasan hukum.


Namun pantauan lapangan membuktikan sebaliknya: pemerintah desa mensertifikatkan lahan tersebut dan memulai pembangunan tanpa izin ahli waris.

“Sudah jelas tertulis dalam perjanjian, tapi mereka langgar sendiri. Ini pelecehan terhadap hukum dan penghinaan terhadap hak keluarga kami,”
tegas Andi Sulaeman dengan nada kecewa.


Pakar Hukum: Masuk Ranah Pidana dan Administratif


Pakar hukum dan pengamat tata kelola pemerintahan desa, Aswandi Hijrah, S.H., M.H., menilai tindakan tersebut tidak hanya melanggar etik pemerintahan, tetapi juga berpotensi pidana.


“Kalau kepala desa mensertifikatkan objek sengketa dan melanggar kesepakatan tertulis, itu jelas bentuk penyalahgunaan jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP,”
ujar Aswandi kepada Celebes Post, Jumat (31/10/2025).


Ia juga menegaskan bahwa penyalahgunaan ADD termasuk dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.


Selain itu, tindakan kepala desa melanggar Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 29 huruf e UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan kepala desa menjunjung asas keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas publik.


Dr. H. Abdul Rahman: Kepala Desa Bukan Penguasa, Tapi Pelayan Publik


Pakar hukum tata negara dan pemerintahan, Dr. H. Abdul Rahman, S.H., M.H., mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh Kepala Desa Lanca.


“Kepala desa bukan penguasa, tapi pelayan publik. Ketika kekuasaan dijalankan tanpa kontrol dan tanggung jawab, rusaklah sendi-sendi pemerintahan di tingkat akar rumput,”
tegasnya.


Ia juga menyoroti dugaan keterlibatan aparat negara dalam urusan sipil sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip netralitas TNI dan asas pemerintahan yang bersih sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.


“Jika dibiarkan, kasus seperti ini akan menjadi preseden buruk bagi seluruh desa di Kabupaten Bone,”
pungkas Abdul Rahman.


Seruan Moral dan Desakan Penegakan Hukum


Dr. Abdul Rahman menegaskan perlunya reformasi tata kelola pemerintahan desa dengan memperkuat sistem audit, transparansi, dan partisipasi masyarakat.


“Kepala desa tidak boleh dibiarkan memonopoli informasi dan keputusan. Inspektorat, Dinas PMD, dan Kejaksaan Negeri Bone harus segera turun tangan melakukan audit investigatif,” ujarnya.


Ia menambahkan, bila terbukti bersalah, Kepala Desa Lanca wajib dicopot dan diproses hukum demi menjaga marwah negara dan keadilan publik.


Klarifikasi Pihak Desa


Saat dikonfirmasi, suami Kepala Desa Lanca membantah tudingan penyalahgunaan wewenang.


“Istri saya sedang di Kalimantan waktu itu. Tidak ada yang melarang wartawan atau menyalahgunakan wewenang,”
ujarnya singkat.


Namun hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Desa Lanca belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan proyek ganda, sertifikasi lahan sengketa, dan penggunaan ADD yang bermasalah.


Dugaan Rekayasa dan Kerusakan Lapangan


Pemantauan terbaru di lapangan menunjukkan bahwa setelah pagar lapangan dibongkar dengan bantuan oknum TNI — proyek senilai Rp280 juta — kini lokasi tersebut diratakan menggunakan ekskavator untuk pondasi bangunan “Koperasi Merah Putih”.


Tindakan itu dinilai warga sebagai bentuk pemaksaan kehendak yang mengabaikan hukum dan rasa keadilan.


Publik Menunggu Ketegasan Aparat


Kasus di Desa Lanca kini menjadi cermin buram lemahnya pengawasan dan akuntabilitas di tingkat desa.
Masyarakat berharap Kejaksaan Negeri Bone, Inspektorat, dan TNI AD segera melakukan investigasi transparan untuk menegakkan supremasi hukum.


Sebab, ketika hukum tak ditegakkan di desa, maka keadilan di akar rumput ikut mati.



Celebes Post – MDS
Editor: Redaksi Investigasi

Berita Video

×
Berita Terbaru Update