Notification

×

Iklan

Iklan

SPDP Tak Pernah Dikirim, Penahanan Dipaksakan: Kuasa Hukum Bongkar Kejanggalan Polsek Tamalate

Senin, 24 November 2025 | November 24, 2025 WIB Last Updated 2025-11-23T19:13:05Z
Dokument Celebes Post


CELEBES POST, Makassar — Penanganan perkara yang menimpa Saharuddin Bonto Kapetta, warga Jalan Jaya Dg. Nandring, memicu polemik dan kritik keras terhadap kinerja Polsek Tamalate. Saharuddin ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 24 hari di Polsek Tamalate, meskipun perkara yang dituduhkan kepadanya berada di luar yurisdiksi wilayah tersebut.


Kuasa hukum Saharuddin, Rahmad, SH., MH., bersama rekannya Andis, SH., menyebut tindakan Polsek Tamalate sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan yang serius. Mereka menilai proses penyidikan hingga penahanan yang dilakukan justru memperlihatkan kerancuan dan ketidaktertiban dalam penegakan hukum.


Perkara Berada di Wilayah Hukum Galesong Utara


Menurut kuasa hukum, kasus Saharuddin seharusnya ditangani oleh Polsek Galesong Utara, Kabupaten Takalar, karena lokasi kejadian berada di wilayah tersebut. Namun, Polsek Tamalate dinilai secara aktif mengambil alih penyidikan tanpa dasar hukum yang jelas.


“Locus delicti perkara ini berada di Galesong Utara. Pertanyaannya, mengapa Polsek Tamalate begitu bersemangat menahan klien kami? Ini jelas di luar kewenangannya,” kata Rahmad.


Kejanggalan dalam Penyidikan: SPDP Tak Pernah Dikirim


Kritik kuasa hukum tidak berhenti pada soal yurisdiksi. Mereka mengungkapkan serangkaian pelanggaran prosedur, antara lain:


Tidak adanya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada kejaksaan maupun kuasa hukum.


Tidak ada surat penetapan tersangka yang diberikan kepada keluarga atau kuasa hukum.


Pemeriksaan tanpa kelengkapan administrasi sesuai SOP penyelidikan.


Penetapan tersangka tanpa legal standing jelas, karena pelapor disebut tidak mengalami kerugian fisik maupun psikologis.


“Ini sudah sangat tidak prosedural. Penahanan tanpa SPDP dan tanpa pemberitahuan resmi adalah pelanggaran mendasar,” tegas Andis.


Kuasa Hukum: Klien Kami Justru Korban


Kuasa hukum juga menyoroti substansi perkara. Mereka menegaskan bahwa Saharuddin justru merupakan korban dalam kasus tersebut, tetapi malah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan seorang perempuan bernama Maemuna. Menurut kuasa hukum, Maemuna tidak memiliki dasar hukum untuk menjadi pelapor.


“Tidak ada kerugian yang dialami pelapor. Bagaimana mungkin ia bisa membuat laporan dan langsung diproses? Fakta-fakta ini diputar balik oleh penyidik,” ujar Rahmad.


Pertanyaan Besar untuk Polsek Tamalate


Kuasa hukum mempertanyakan motivasi dan dasar hukum Polsek Tamalate menangani kasus tersebut.


“Wilayahnya bukan, substansinya kabur, SPDP tidak ada, tersangka tidak diberi surat apa pun. Atas dasar apa penahanan ini dilakukan?” lanjut Rahmad.


Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polsek Tamalate belum memberikan klarifikasi terkait tuduhan tersebut.


Desakan kepada Kapolda Sulsel


Kuasa hukum mendesak Kapolda Sulsel untuk turun tangan dan mengevaluasi kinerja Polsek Tamalate. Mereka menilai sikap diam petinggi kepolisian dapat memberikan kesan pembiaran terhadap dugaan penyimpangan prosedur di tingkat Polsek.


“Kami meminta Kapolda Sulsel tidak tinggal diam. Kasus ini harus dibuka secara terang-benderang demi marwah institusi kepolisian,” kata Rahmad.


Upaya Hukum Lanjutan


Kuasa hukum menyatakan akan mengambil langkah hukum lanjutan untuk memulihkan hak Saharuddin dan mengusut dugaan pelanggaran kode etik maupun prosedur yang dilakukan penyidik Polsek Tamalate.


Kasus ini diprediksi akan menjadi perhatian publik, terutama terkait batas kewenangan kepolisian dan pentingnya kepatuhan pada standar kerja penyidik di lapangan.




MDS — Celebes Post

Sumber: Ads/Tnr

Berita Video

×
Berita Terbaru Update